Rabu, 27 April 2011

pengumuman untuk kelas 7ed

dari bagian akademik pps saburai

1. pada waktu uas diharapkan memakai jas almamater pps saburai
2. pada waktu kuliah diharuskan memakai baju batik dan tidak diperkenankan memakai celana jeans dan sandal

tugas makalah msdm

tugas dari prof.DjuhriAbdul Mu'in.MPd
pilih salah satu dr tema berikut atau semuanya

1. Pentingnya perencanaan sdm
2. pentingnya peningkatan mutu sdm
3. Analisis tentang pemahaman dan implementasi pengembangan iptek
4. pengaruh kompensasi terhadap kinerja pegawai
5. menyusun proposal pengembangan sdm melalui diklat
6. strategi penyiapan sdm yang memiliki daya saing di era global

dikumpulkan waktu uas tgl 7 mei 2011 melalui ketua kelas.

Selasa, 19 April 2011

Tugas makalah kelompok 3 7ed

TIPE KEPEMIMPINAN
PRESIDEN-PRESIDEN INDONESIA
(Tugas Mata Kuliah Kepemimpinan)



KELOMPOK 3
KELAS 7 ED


Nama Dosen : Dr. Erina Pani






Anggota :
1. Dewi Yanti
2. Hotmauli Polman s
3. Mardawati
4. Rosmalia Resna
5. Sarif Ediansyah
6. Hendra Usman
7. Helsa sari



UNIVERSITAS SANG BUMI RUWA JURAI

2011

BAB I
PENDAHULUAN

I.1 LATAR BELAKANG MASALAH
Manusia adalah makhluk social yang tidak dapat hidup sendiri. Dalam hidup, manusia selalau berinteraksi dengan sesame serta dengan lingkungan. Manusia hidup berkelompok baik dalam kelompok besar maupun dalam kelompok kecil.
Hidup dalam kelompok tentulah tidak mudah. Untuk menciptakan kondisi kehidupan yang harmonis anggota kelompok haruslah saling menghormati & menghargai. Keteraturan hidup perlu selalu dijaga. Hidup yang teratur adalah impian setiap insan. Menciptakan & menjaga kehidupan yang harmonis adalah tugas manusia.
Manusia adalah makhluk Tuhan yang paling tinggi disbanding makhluk Tuhan lainnya. Manusia di anugerahi kemampuan untuk berpikir, kemampuan untuk memilah & memilih mana yang baik & mana yang buruk. Dengan kelebihan itulah manusia seharusnya mampu mengelola lingkungan dengan baik.
Tidak hanya lingkungan yang perlu dikelola dengan baik, kehidupan social manusiapun perlu dikelola dengan baik. Untuk itulah dibutuhkan sumber daya manusia yang berkualitas. Sumber daya yang berjiwa pemimpin, paling tidak untuk memimpin dirinya sendiri.
Dengan berjiwa pemimpin manusia akan dapat mengelola diri, kelompok (masyarakat), Negara & lingkungan dengan baik. Khususnya dalam penanggulangan masalah yang relatif pelik & sulit. Disinilah dituntut kearifan seorang pemimpin dalam mengambil keputusan agar masalah dapat terselesaikan dengan baik.
Berbicara tentang kepemimpinan di Indonesia, biasanya kita lantas terjebak pada pembicaraan ‘siapa yang tepat menduduki posisi orang nomor satu”. Berbagai analisis digunakan untuk mencari pribadi-pribadi yang dinilai layak untuk duduk disana. Tatkala tak ada satupun yang dinilai memenuhi syarat seperti yang dikonsepsikan, beralihlah optimisme (jika ada) menjadi pesimisme. Seolah-olah pemimpin harus menghadirkan dirinya dari ‘dunia sana’. Sementara kita tinggal lagi mengidentifikasi orang yang terberkati itu. Bila ternyata yang terberkati itu tidak ditemukan, maka kita akan sabar menunggu sampai ia datang.


I.2 RUMUSAN MASALAH

Dari latar belakang masalah yang penulis uraikan, banyak permasalahan yang penulis dapatkan. Permasalahan tsb antara lain :

Bagaimana tipe kepemimpinan yang ideal bagi seorang pemimpin.
Bagaimana tipe kepemimpinan presiden presiden di Indonesia
 Tipe kepemimpinan yang bagaimanakah yang cocok menanggulangi permasalahan di Indonesia



I.3 TUJUAN PENULISAN

Adapun tujuan penulisan karya tulis ini adalah
Untuk mengetahui tipe kepemimpinan yang ideal bagi seorang pemimpin,
Untuk mengetahui tipe kepemimpinan presiden presiden di Indonesia
Untuk mengetahui Tipe kepemimpinan yang bagaimanakah yang cocok menanggulangi permasalahan di Indonesia


BAB II
PEMBAHASAN
Semenjak Indonesia merdeka sampai sekarang, sudah ada 6 presiden yang berganti. Dan tentu saja mereka memiliki gaya kepemimpinan masing-masing. Hal ini sungguh menarik untuk sedikit di bahas dan mungkin nanti bisa disimpulkan bahwa, “adakah tipe kepemimpinan yang ideal bagi seorang pemimpin, atau lebih khususnya pemimpin di Indonesia??
Sebelum kita membahas satu persatu presiden, mari kita pelajari sedikit tentang tipe-tipe personaliti manusia. Secara umum ada 4 tipe personaliti kepemimpinan yg ada, yaitu:
1. Tipe Dominance (dominan): atau biasa dalam ilmu psikologi disebut dengan korelis. Bagaiman tipe ini bertindak? Tipe ini adalah seorang tipe yang dominan (yaiyalahh! -_-”), keras kepala dan mungkin agak galak. (saya tidak bisa menjelaskan seberapa galak karena tentu saja arti galak sangat berbeda antara mas-mas yang kerja di salon dengan anggota Brimob kan?? :p). Nah intinya tipe ini adalah tipe yang drive atau penyetir.
2.Tipe Steadiness (teguh) sangat berbeda 180 derajat dengan tipe dominance, tipe ini adalah tipe yang penurut (bukan berarti menurut dengan bawahannya –> ngapain jadi pemimpin klo gini.. ). Tapi lebih tepatnya orang steadiness memiliki jiwa yang loyal, rajin, cinta damai, suka melayani orang lain dan pekerja keras. Dalam ilmu psikologi biasa kita sebut dengan plegmatis. Cocoklah ini orang kalau bekerja bareng sama tipe Dominance. Tetep nerimo walopun dimarah2in juga. hehe.
3. Tipe Influence (mempengaruhi): Ciri-ciri tipe ini yang mudah terlihat adalah terlihat supel. Tipe ini memiliki rasa humanisme dan humor yang bagus. Sangat optimis dalam menghadapi masalah. Sangat bersemangat, enjoy the life , dan spontanitas. Namun kejelekan tipe ini yah kurang teliti, kurang waspada terhadap musuh, cenderung malas. hmm, apalagi ya.. (ga tega nyebut kekurangannya soalnya kebetulan penulis bertipe ini hihihi). Biasanya di dunia psikologi tipe ini disebut dengan sanguinis.
4. Tipe Compliance (memenuhi): Duh bingung juga ney istilahnya. Pokoknya tipe ini berkebalikan dengan tipe Influence. Biasa di sebut dengan melankolis (Tapi jangan membayangkan presiden-presiden kita dengan tipe ini akan meneteskan air matanya saat mendengarkan lagu melow nya Rossa atau menangis saat di putus pacarnya.. *hihihi ,anak SMP bgt siy!*). Intinya sangat taat pada hukum, birokrasi atau aturan yang berlaku. Sangat teratur, teliti, waspada, sangat berstrategi dan mungkin juga aga sedikit pendendam. Hati-hati sekalinya dia sakit hati ga akan pernah lo di sapa lagi. (serem ga siy si melankolis ini).
Nah setelah kta bahas tipe-tipe personaliti, selanjutnya akan kita bahas tipe-tipe yang manakah presiden-presiden kita ini. Yuk maree..! Sebagai tambahan, bahwa dalam ilmu psikologi kebanyakan orang akan memiliki lebih dari satu tipe yang saya sebutkan diatas tersebut. Ada siy yang biasanya punya 3 atau bahkan 4 (psikopat kali ya, yang personalitnya ga jelas!) atau bahkan cuma punya satu (duh, ga berwarna bgt hdupnya -_-”). Nah biar ideal kita cari 2 kombinasi aja untuk masing2 presiden kita.
1. Soekarno:
Ayo tebak tipe yang manakah Pak Karno ini. Mulai dari gebrakan proklamasi yang dia lakukan, bahkan sempet eyel-eyelan dulu sama pemuda sampai-sampai pak Karno di culik. (kebetulan saya bukan pecinta sejarah, jadi cuma adegan action inilah yang saya ingat,hehe). Pandanganya jauh ke depan tentang cita-cita Indonesia, sangat bermotivasi untuk mewujudkannya Sangat di segani oleh dunia luar. Lalu dengan dirubahnya demokrasi negara kita menjadi terpimpin, hmm.. tindakan ini sangat mengebrak sekali, hanya akan dilakukan oleh orang bertipe dominance. Setuju ga?? Nah buat tipe keduanya bisa dilihat dari gaya berbicaranya. Sangat supel kan, terbukti dong banyak wanita yang suka,, hehe. Engga, maksud saya bagaimana dia berbicara dan mempengaruhi orang lain sangatlah mempesona (kata org2 dulu sich, saya sendiri juga belom pernah liat secara langsung). Kalo dibayangin, yah.. mirip-mirip Obama laahh.. Jadi bisa saya katakan Pak Karno memiliki tipe kepemimpinan Dominance-Influence.
2. Soeharto:
Udah bisa di tebak dong pak Harto ini bertipe apa. Yang saya ingat sih ini, waktu dulu keluarga besar saya selalu mencoblos nomer 2 (golkar) saat pemilu. Saat saya tanya; Lho kenapa pak, bu? Mereka menjawab; kamu masih mau bisa sekolah ga?! kamu mau sepeda baru ga pas ultah mu?!. Walaupun saat itu saya gak tau arti jawaban mereka, tetapi untuk sementara pada saat itu jawaban mereka saya terima-terima aja. Demi sepeda BMX baru gitu lho cooyyy..!! hehehe. Oke setuju kan klo saya sebut tipe Bapak Seribu senyum ini adalah tipe Dominance?? Lalu kira-kira combine nya apa ya? Apakah beliau supel? saya lebih memilih kalau beliau ini agak pendendam (saya tambahin agak, soalnya takut di dendamin sama anaknya nih) maaf… . Beliau sangat berstrategi, tidak sembarangan (berbeda bgt sama sanguinis/influence). Bagaimana Soekarno yang bertipe influence dengan mudahnya “diturunkan” oleh Soeharto. Dan bagaimana strategi Soeharto yang bisa membuat dia berkuasa selama 32 tahun, ini menandakan dia bertipe Compliance. Bagaimana dia membuat MPR/DPR berasal dari partai politik pendukung dia, itulah seninya strategi politik yang dilakukan oleh sang compliance. Lalu beliau dendam kepada siapa? Yah kepada orang yang akan kita bahas selanjutnya.. hhihihihi. Jadi kesimpulannya Pak Harto memiliki tipe kepemimpinan Dominance-Compliance.
3. Habibie:
Kalau boleh saya bilang Presiden yang satu ini adalah presiden yang paling loyal dan rajin terhadap pekerjaannya. Bahkan dari informasi yang saya dapat, Pak Habibie sering tidur hanya 2 – 3 jam perhari demi menyelesaikan tugasnya. Bahkan saking cerdasnya, mentri ekonomi kita pada saat itu pernah di beri presentasii pengarahan tentang bagaimana seharusnya ekonomi indonesia di perbaiki. (Gila, lulusan teknik tapi jago ekonomi juga). Tapi beliau tidak pernah marah kalau di debat, tidak seperti Pak Harto dan Pak Karno. Pak Habibie suka di debat demi mencapai hasil yg lebih baik. Bahkan sering banget beliau di eyel sama para mentrinya. Tapi enjoy-enjoy aja, ga pernah marah ga pernah dendam. Sayang saja, di bidang politik beliau bisa di bilang polos. Demi membuat semua senang, keputusan nya dalam pemilu timor-timor secara cerdik dimanfaatkan oleh lawan-lawan politiknya. Alhasil beliau cuma menjabat 1 tahun deh.. *hiks, sedih deh!. Bagaimana gambaran dia memimpin ditambah dengan sikapnya saat dia bekerja bersama Pak Harto sebagai mentrinya, bisa dikatakan beliau bertipe Steadiness. Lalu kalau di bilang supel,,hmm engga juga.. Malahan beliau orang yang sangat teliti dan teratur (mentri-mentri paling ga bisa kalau mau bohong sama presiden kita yang satu ini. Jadi bisa di katakan beliau juga bertipe compliance. Untung saja habibie bertipe utama steadiness yang cinta damai. jadi meskipun beliau juga bertipe compliance namun beliau bukanlah tipe orang yang pendendam gitu loch..! Kesimpulan saya, Pak Habibie memiliki tipe kepemimpinan Steadiness-Compliance.

4. Gus Dur:
Dari gayanya yang easy going, sangat optimis namun ceplas-ceplos saat di tanya wartawan, dan seolah “mengampangkan” semua persoalan-persoalan dengan ciri khasnya “gitu aja kok repot?” terlihat bahwa dia adalah tipe Influence/sanguinis (sama nih ama gw.. ). Humanismenya (sisi kemanusiaannya) baik sekali, terbukti dari di resmikannya agama ke-6 di negri ini. Namun sikap (maaf) “sembrononya” juga terlihat dari sikapnya yang sering tertidur saat rapat kabinet ataupun keinginannya untuk manjalin hubungan diplomatik dengan israel. (lagi-lagi sisi humanisme sangat di tonjolkan oleh Gus Dur). Dan efek dari sifat sembrono (walaupun jago mempengaruhi orang, influence juga mudah percaya dengan orang) si Influence ini dengan mudah dimanfaatkan oleh lawan-lawan politiknya. Turun deh jadinya beliau, padahal belum akhir masa pemerintahannya. *sedih * . Disisi lain beliau juga seorang yang pemarah lho, ia kerapkali menggebrak meja saat anak buahnya tidak menuruti keinginannya. Di depan beliau anak buah seakan takut, namun di belakang beliau sangat lah berbeda. Ini lah kekurangan lain dari sang influence, yaitu kurang waspada dan kurang strategi saat menghadapi musuh-musuh yang tersembunyi.. Jadi bisa dikatakan bahwa, Gus Dur memliki tipe kepemimpinan Influence-Dominance.
5. Megawati:
Ia sangatlah teliti dan teratur, namun bukan pada bidang pemerintahan yang beliau geluti saat menjadi presiden RI. Namun beliau sangat teratur sekali dalam menata rumah dan taman pribadinya (yang merupakan hobi beliau). Pernah saat Seorang menteri datang untuk meminta petunjuk dalam suatu persoalan ekonomi, namun beliau menjawab; “yah terserah kamu deh mau diapain, saya percaya kamu.” Lalu pembicaraan berlanjut dengan topik berbeda, “ini lho saya sedang merawat bunga yang baru, bagus kan?”.
Para mentripun banyak yang suka dengan ibu Mega, karena mereka jarang mendapatkan tekanan saat mereka bekerja, namun buat mentri yang sedang bekerja sungguh-sungguh malahan jadi sering bingung dengan jawaban ibu Mega. Terlebih jika Taufik Kemas ikut mengambil keputusan, jadi seolah ada 2 nahkoda dalam satu kapal. Misal dalam pencalonan gubernur jawa barat. Hmmm, sedikit diluar konteks tulisan ini, lalu kebijakan-kebijakan yang Ibu buat siapa yang sebenanya membuat?? Yah tanpa saya beritahu juga para pembaca tentunya sudah banyak yang tahu. .
Dalam bidang pemerintahan hampir mirip seperti Pak SBY, beliau selalu berupaya berjalan di jalur hukum, takut jika ada ketentuan undang-undang yang dilanggar, tidak suka konfrontasi dan lamban dalam mengambil keputusan. Beliaupun mudah tersinggung dan juga pendemdam lho, bahkan akan terus mengkritik orang yang di dendam. Kesimpulan dari sedikit uraian ini adalah, bahwa Megawati memiliki tipe kepemimpinan Compliance-Steadiness.


6. SBY:
Hampir mirip dengan gaya Ibu megawati yang teliti dan teratur. Namun SBY mengimplementsikan sifat keteraturan dan ketelitian itu dalam pekerjaannya sebagai presiden. Dia tidak asal ambil keputusan, tidak mau ikut campur diluar kewenangannya, walaupun sebnarnya dia sangat bisa. Karena dia sangat berstrategi, dia sadar bahwa di balik keputusan yang dia ambil, jika keputusan itu salah atau kurang populis maka lawan-lawan politiknya siap untuk menerkam dia dari belakang. Untuk itu dia sangat berstrategi, dengan cara memeluk lawan-lawan politiknya. Membuat koalisi, atau bahkan memuat Seketariat Bersama di DPR. Dengan startegi yang teratur ini dan tentu saja dengan pengalaman politiknya yang sudah tidak di ragukan ini, sangat sulit untuk lawan politiknya mau menggulingkan pemerintahannya. Saya berani bertaruh, dia akan langgeng sampai 2014, walaupun tiap ultah pemerintahannya akan banyak demo-demo yang “digerakkan” oleh lawan poltiknya.
Beliaupun tipe yang mudah tersinggung, membalas kritik dengan kritik, suka curhat ke masyarakat. Strategi popularitas yang digunakan adalah mengambil simpati rakyat untuk di kasihani. Strategi itupun yang SBY lakukan hingga beliau berhasil menjadi Presiden.
Dibalik sifat melankolis/compliance nya, beliau juga memilki sifat dominance. Hasil didikkan dari militer membuat beliau juga terkadang bersifat dominance. Beliau pernah mengusir audience nya saat tertidur dalam pidatonya. Beliau pun melakukan gebrakan KPK, mencopot jabatan Menkeu Sri Mulyani dengan halus, RUU jogjakarta, dan wacana pemerintahan lebih dari 2 kali masa jabatan, semua tindakan-tindakan itu, beliau drive dengan strategi yag baik. Tujuannya semua senang, semua bahagia (termasuk rakyat tentunya, I hope so) dan pemerintahannya tetap langgeng. Kita lihat saja bagaimana strategi nya saat menghadapi pemilu 2014. Sangat menarik tentunya, khusunya bagi intern democrat. Bisa saya simpulkan dong, bahwa Pak SBY memiliki tipe kepemimpinan Compliance-Dominance.
Oke, dari wacana sebelumnya bisa dong kita diskusikan kira-kira tipe kepemimpinan apa yang terbaik di dunia ini? Dan tipe keemimpinan apa yang cocok untuk indonesia saat ini?? Apakah tipe kepemimpinan itu seperti Obama (mungkin Influnce-Dominant kali ya), ataukah seperti firaun? atau seperti pemimpin-pemimpin dunia lainnya? Hittler,bush dan firaun yang dominan, atau nabi Muhammad SAW? Kira-kira apa jawaban anda tentang bagaimana pemimpin ideal itu??
Jadi sebenarnya semua tipe itu harus dimilliki oleh seorang pemimpin. Lho maksudnya gimana?? Kalau semua tipe dimiliki jadi seperti psikopat yang tadi sempet kita bahas dong??! hahaha.
Memang pada dasarnya bawaan sejak lahir dan pengaruh lingkungan, kita pasti memiliki setidaknya 2 tipe kepemimpinan tersebut. Namun sebagai seorang pemimpin (tidak hanya presiden, kepala keluarga, ibu dari anak-anak juga bisa disebut pemimpin lho!) kita dituntut bisa menjadi kesemua tipe tersebut sesuai situasi dan kondisi. Maksudnya??
Misal contoh sederhana nih (kita keluar sebentar dari judul kita kali ini); seorang guru, dia harus bisa bersifat berbeda terhadap murid-muridnya yang berbeda karakter. Dia harus menjadi dominan saat menghadapi murid yang nakalnya kelewatan, dan saat murid yang nakal itu takut, nah saatnya sang guru menjadi guru yang steadiness atau cinta damai. Jadi murid itu merasa perubahannya di hargai.
Sedikit cerita, saya dulu pernah punya guru yang killer atau galak. Dia pernah marahin saya. Saya pun kapok dan berubah, namun saat saya sudah menjadi anak yang baik (menurut saya), dia pun tetap bersikap galak seperti itu. Apa lagi salah saya?? Kenapa bapak tidak menghargai perubahan saya??
Atau seorang supervisor yang steadiness misalnya, selalu menghindari konflik, selalu bersikap sabar dan cinta damai. Suatu saat dia harus menghadapi anak buah yang sangat buruk perangrainya (duh ga ada kata yg lebih sederhana ya ….). Gimana bisa tuh anak buah berubah kalo si supervisor selalu bersikap baik dan humanisme. Bersikap tegas dan marahlah dengan elite! (tapi jgn keluarin hewan-hewan di ragunan dari mulut anda! sumpah, kampungan bgt ini.. -_-”). Kalau anak buah masih tetap seperti itu, jadi supervisor yang dominance (walaupun ini bukan anda bgt misalnya), kasih first and last warning! Ini hak anda sebagai spv, demi kebaikan bersama. Nah saat anak buah anda menunjukan perubahan, berubahlah menjadi sang influence dan steadiness lagi. Beri pujian ke dia secara personal dan hangat walaupun itu bukan dominance bgt seperti yang anda praktekan sebelumnya.
Nah seperti inilah menurut saya bagaimana seorang pemimpin itu seharusnya. Pemimpin harus bisa “menjadi” semua tipe personality sesuai situasi dan kondisi yang dihadapinya. jadilah gak be my self dong kita? Saya tidak bilang untuk berubah ya, saya bilang menjadi,, contoh lain nih anda tipe suami dominance kelas akut, saat anak anda sudah berprestasi, tidak ada salahnya kan anda mencoba menjadi sang influence dalam waktu sehari atau bahkan satu jam untuk memujinya. Saya jamin, wibawa anda yang diperlihatkan dengan kumis tebal anda tidak akan jatuh kok di depan anak anda.
Jadi kesimpulan pertama sudah bisa diambil kan (liat aja kata2 yang bold). Nah, the next question is… Apa yang di butuhkan pemimpin Indonesia sekarang ini?? Kalau boleh saya berpendapat, sekarang ini Indonesia membutuhkan tipe pemimpin yang Dominance agar bisa tegas mengambil keputusan yang mengrebak, terutama pada masalah birokrasi kita. Seperti yang Pak Budiono bilang; pembenahan ekonomi indonesia harus di dahului dengan pembenahan birokrasi, walaupun hal ini tidak mudah untuk dilakukan. Nah, diperlukan pemimpin yang dominance yang mampu untuk melakukan gebrakan secara tegas untuk merubah birokrasi yang kacau balau ini. Dijamin kasus Century, saham KS, lumpur lapindo, penyuapan MK, kasus Gayus dll bisa terselesaikan dengan cepat.

Trus kalo “tegas” begitu, bisa dengan mudah dong dijebak dan diturunkan oleh musuh-musuh politik?? Yaa, tipe kedua yang dibutuhkan adalah Compliance. Biar berstrategi, tetap waspada dan tidak mudah di “serang” musuh. Jadi kesimpulan : tipe yang cocok untuk pemimpin indonesia sekarang adalah tipe Dominance-Compliance. Nah lho, kok mirip Pak Harto?? Yah mungkin itu kesimpulan yang masih bisa di perdebatkan atau karena itu mungkin Pak harto bisa melanggeng selama 32 tahun di negri tercinta ini..

Lalu bagaimana dengan teori “menjadi” tersebut? Tentu saja teori kepemimpinan ini masih harus dilakukan. Presiden kita harus bersikap Dominance; galak sama anak buahnya yang korupsi, tegas sama negara lain yang macam-macam (arab dan malaysia) atau berani dalam mereformasi birokrasi kita tersebut. Presiden juga harus bisa ber-influence; cepat dalam bertindak dan spontanitas terhadap hal-hal urgent terutama tentang kebutuhan rakyat. Bikin project pembangkit, seribu tower rusunami, dan semua yang berhubungan dengan kebutuhan rakyat (humanisme) dan ini akan bisa dilakukan dengan cepat oleh pemimpin yang bertipe Influence. Sikap Compliance harus diimplementasikan dalam membangun strategi pemerintahan dan politik. Tetap waspada terhadap kawan dan lawan, teliti tentang undang-undang. tetap menjalankan semua sesuai aturan, selama tidak ada yang urgent. Dan yang terakhir adalah sikap steadinees, yang harus dimiliki oleh presiden. Rasa loyalitas kepada rakyat, kerja keras demi rakyat dan cinta damai terhadap lawan-lawan politik.

Duh ribet ya jadi presiden, antara membela rakyat vs menjaga jabatan. Keputusan pun akhirnya lama untuk diputuskan, apalagi mau mereformasi birokrasi. Sepertinya tidak mungkin terlaksana deh kalo masih mementingkan “hangatnya” kursi presiden. Obama adalah contoh presiden yang tidak peduli dengan jabatan dan hanya terus memikirkan rakyat. Akhirnya dengan mudah posisi parlemen gedung putih “dibalik” oleh republik. Kalah deh obama (demokrat), padahal semua kebijakan Obama (UU kesehatan, penarikan pasukan di Iraq dll) benar-benar pro Rakyat).

Yup, intinya sungguh repot lah jadi presiden! harus bisa jadi ini itu, harus waspada sana-sini. Tapi satu hal yang terpenting adalah Ketulusan. Dengan tulus kita akan jujur bekerja, dengan tulus kita akan loyal terhadap rakyat, dengan tulus kita akan ikhlas atas semua yang kita lakukan.
BAB III
PENUTUP
III.1 KESIMPULAN
Kata pemimpin, kepemimpinan serta kekuasaan memiliki keterikatan yang tak dapat dipisahkan. Karena untuk menjadi pemimpin bukan hanya berdasarkan suka satu sama lainnya, tetapi banyak faktor. Pemimpin yang berhasil hendaknya memiliki beberapa kriteria yang tergantung pada sudut pandang atau pendekatan yang digunakan, apakah itu kepribadiannya, keterampilan, bakat, sifat – sifatnya, atau kewenangannya yang dimiliki yang mana nantinya sangat berpengaruh terhadap teori maupun gaya kepemimpinan yang akan diterapkan.
Rahasia utama kepemimpinan adalah kekuatan terbesar seorang pemimpin bukan dari kekuasaanya, bukan kecerdasannya, tapi dari kekuatan pribadinya. Seorang pemimpin sejati selalu bekerja keras memperbaiki dirinya sebelum sibuk memperbaiki orang lain. Dan yang teramat penting pemimpin harus mampu dan bisa ”menjadi” berbagai tipe didalam memimpin baik itu dominan, Steadiness
Influence maupun bertipe Compliance
Pemimpin bukan sekedar gelar atau jabatan yang diberikan dari luar melainkan sesuatu yang tumbuh dan berkembang dari dalam diri seseorang. Kepemimpinan lahir dari proses internal (leadership from the inside out).
Sekarang ini Indonesia lebih membutuhkan tipe pemimpin yang Dominance agar bisa tegas mengambil keputusan yang mengrebak, terutama pada masalah birokrasi kita. walaupun hal ini tidak mudah untuk dilakukan. Tipe kedua yang dibutuhkan adalah Compliance. Biar berstrategi, tetap waspada dan tidak mudah di “serang” musuh.
III.2 SARAN
Sangat diperlukan sekali jiwa kepemimpinan pada setiap pribadi manusia. Jiwa kepemimpinan itu perlu selalu dipupuk dan dikembangkan. Paling tidak untuk memimpin diri sendiri.
Jika saja Indonesia memiliki pemimpin yang sangat tangguh tentu akan menjadi luar biasa. Karena jatuh bangun kita tergantung pada pemimpin. Pemimpin memimpin, pengikut mengikuti. Jika pemimpin sudah tidak bisa memimpin dengan baik, cirinya adalah pengikut tidak mau lagi mengikuti. Oleh karena itu kualitas kita tergantung kualitas pemimpin kita. Makin kuat yang memimpin maka makin kuat pula yang dipimpin.

Daftar Pustaka

B. Herry-Priyono, 2003, Kepemimpinan Republik, Kompas 1 Oktober 2003.
B.M. Bass, 1985, Leadership and performance beyond expectation, New York, Free Press.
Handoko, Hani T.1984. Manajemen, BPFE – Yogyakarta
Djatmiko, Yayat Hayati. 2004. Perilaku Organisasi, Alfabeta – Bandung
Wahjosumidjo. 1987. Kepemimpinan Dan Motivasi, Ghalia Indonesia – Jakarta
http://smartpsikologi.blogspot.com/2007/08/heboh-mengenai-kepemimpinan

TUGAS KELOMPOK DUA 7ED

Kepemimpinan Tradisional Antara Kenangan dan Impian






“Hadis Nabi Muhammad SAW menyatakan bahwa tanda orang yang beriman itu adalah mereka yang tidak akan terperosok dua kali ke dalam satu lobang kesalahan”.

Di Sajikan Kelompok Dua
1. Cecep Heri MS
2. Isminarti Ika Putri
3. FitriyantiSumarno
4. Partinia
5. Aris Pranata
6. Yulva Novianti
7. Tarmizi
8. Erwina Sari




BAB I
PENDAHULUAN



Akhir-akhir ini banyak orang membicarakan masalah krisis kepemimpinan. Banyak orang mengatakan bahwa pada zaman sekarang sangat sulit mencari kader-kader pemimpin pada berbagai tingkatan. Orang pada zaman sekarang cenderung mementingkan diri sendiri dan tidak atau kurang perduli pada kepentingan orang lain, dan kepentingan lingkungannya. Krisis kepemimpinan ini disebabkan karena makin langkanya keperdulian pada kepentingan orang banyak, dan kepentingan lingkungannya. Sekurang-kurangnya terlihat ada tiga masalah mendasar yang menandai kekurangan ini. Pertama adanya krisis komitmen. Kebanyakan orang tidak merasa mempunyai tugas dan tanggung jawab untuk memikirkan dan mencari pemecahan masalah kemaslahatan bersama, masalah harmoni dalam kehidupan dan masalah kemajuan dalam kebersamaan Kedua, adanya krisis kredibilitas. Sangat sulit mencari pemimpin atau kader pemimpin yang mampu menegakkan kredibilitas tanggung jawab. Kredibilitas itu dapat diukur misalnya dengan kemampuan untukmenegakkan etika memikul amanah, setia pada kesepakatan dan janji, bersikap teguh dalam pendirian, jujur dalam memikul tugas dan tanggung jawab yang dibebankan padanya, kuat iman dalam menolak godaan dan peluang untuk menyimpang. Ketiga, masalah kebangsaan dan kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Saat ini tantangannya semakin kompleks dan rumit. Kepemimpinan sekarang tidak cukup lagi hanya mengandalkan pada bakat atau keturunan. Pemimpin zaman sekarang harus belajar, harus membaca, harus mempunyai pengetahuan mutakhir dan pemahamannya mengenai berbagai soal yang menyangkut kepentingan orang-orang yang dipimpin. Juga pemimpin itu harus memiliki kredibilitas dan integritas, dapat bertahan, serta melanjutkan misi kepemimpinannya. Kalau tidak, pemimpin itu hanya akan menjadi suatu karikatur yang akan menjadi cermin atau bahan tertawaan dalam kurun sejarah di kemudian hari.




B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa arti kepemimpinan?
2. Bagaimana perilaku pemimpin Tradisional?
4. Bagaiman cara mengambil keputusan seorang pemimpin Tradisional?

C. TUJUAN
1. Untuk mengetahui arti kepemimpinan?
2. Untuk mengetahui bagaimana perilaku pemimpin?
4. Untuk mengetahui bagaiman cara mengambil keputusan seorang pemimpin?
5. Untuk mengetahui gaya kepemimpinan yang cocok untuk Indonesia?



BAB II
PEMBAHASAN



1. ARTI KEPEMIMPINAN

Secara umum, kepemimpinan dapat diartikan sebagai proses mengarahkan dan mempengaruhi aktivitas-aktivitas tugas dari orang-orang dalam kelompok. Kepemimpinan berarti melibatkan orang lain, yaitu bawahan atau karyawan yang akan dipimpin. Kepemimpinan juga melibatkan pembagian kekuasaan (Power). Pemimpin mempunyai power yang lebih besar dibandingkan dengan yang dipimpin. Power tersebut datang dari beberapa sumber, diantaranya adalah : Reward power, Coercive power, Legitimate power, Referent power, dan Expert power.
Manajer secara umum, mempunyai keahlian yang lebih tinggi, dibandingkan bawahannya, manajer dapat juga mempunyai kekuasaan referensi yang mendorong bawahan ingin meniru perilaku menejer, meskipun kekuasaan yang terakhir ini barangkali tidak sebesar kekuasaan sebelumnya.
Pemimpin tidak sama dengan manajer. Pemimpin biasanya dikaitkan dengan orang yang mempunyai semangat yang tinggi, kharisma yang tinggi, dan kemampuan memotifasi orang lain yang sangat tinggi. Sementara Manajer biasanya dikaitkan dengan orang yang mampu merencanakan, mengelola, dan mengendalikan organisasi dengan baik, tetapi tidak mempunyai kemampuan memotifasi orang lain dengan baik. Presiden Soekarno barangkali contoh seorang pemimpin yang efektif, karena hanya dengan pidatonya, beliau mampu menggerakkan bangsa Indonesia melawan penjajah. Sementara para manajer biasanya memotifasi karyawannya dengan intensif gaji.
Kepemimpinan adalah kemampuan meyakinkan orang lain supaya bekerja sama di bawah pimpinannya sebagai suatu tim untuk mencapai atau melakukan suatu tujuan. Seorang pemimpin itu adalah berfungsi untuk memastikan seluruh tugas dan kewajiban dilaksanakan di dalam suatu organisasi. Seseorang yang secara resmi diangkat menjadi kepala suatu group I kelompok bisa saja ia berfungsi atau mungkin tidak berfungsi sebagai pemimpin. Seorang pemimpin adalah seseorang yang unik dan tidak di wariskan secara otomatis tetapi seorang pemimpin haruslah memiliki karekteristik tertentu yang timbul pada situasi -situasi yang berbeda
Menurut John. R. Schermer Horn : “Untuk menjadi seorang manajer tidaklah suatu yang mudah. Untuk menjadi manajer berarti berani untuk bertindak secara efektif dalam arti menyeluruh dalam perencanaan (planning), organisasi (organizing), memimpin dan mengendalikan. Kepemimpinan yang sukses adalah suatu kemauan tetapi bukan dalam kondisi sukses managerial. Seorang manajer yang baik, maka akan baik pula kepemimpinannya, tetapi seorang yang baik kepemimpinannya belum tentu baik dalam manajer yang baik manajer.

Kepemimpinan adalah usaha mempengaruhi aktivitas individu atau kelompok untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu. Ricky W. Griffin membagi pengrtian kepemimpinan menjadi dua konsep, yakni penerapannya sebagai proses dan sebagai atribut. Sebagai proses, kepemimpinan di fokuskan kepada apa yang di lakukan oleh para pemimpin, yaitu proses yang mengharuskan seseorang pemimpin di dalam menggunakan pengaruhnya untuk memperjelas tujuan organisasi bagi para pegawai, atau siapa saja yang dipimpinnya, kemudian memotivasi mereka agar dapat mencapai tujuan bersama dan membantu penciptaan budaya produktif di dalam organisasi.
Sebagai atribut, kepemimpinan adalah kumpulan karakteristik yang harus di miliki oleh seorang pemimpin. Oleh karena itu, pemimpin dapat didefinisikan sebagai seseorang yang mempunyai kemempuan untuk mempengaruhui orang lain tanpa menggunakan kekuatan, sehingga orang-orang yang di pimpin itu menerima dirinya aebagai sosok yang layak memimpin.


Tahun 2004 merupakan babakan baru dalam sejarah perjalanan kepemimpinan Bangsa Indonesia pada aras nasional. Untuk pertama kalinya rakyat Indonesia memilih dan menentukan sendiri pemimpinnya melalui pemilihan presiden secara langsung. Selamaberpuluh-puluh tahun rakyat Indonesia memilih pimpinanan Nasionalnya dengan cara mewakilkan, walaupun sedikit secara paksa, kepada orang yang disebut wakil rakyat yang sesungguhnya juga tidak dipilih secara langsung. Namun masih ada sedikit kebanggaan sebab pada aras lokal yang disebut desa, pemilihan kepala desa secara langsung sudah berlangsung berpuluh tahun lamanya. Hasil dari “pesta demokrasi” itu telah menetapkan para pemimpin di berbagai tingkat kelembagaan. Di tangan mereka terletak penerapan nilai-nilai demokrasi yang telah menjadikan mereka sebagai pemimpin. Rakyat menunggu pembuktian mereka. Di tengah semaraknya pemilihan pemimpin di berbagai tingkatan kelembagaan dalam Negara Republik Indonesia (baik legislatif maupun eksekutif), ada fenomena lain yang cukup menarik untuk dikaji sekitar kepemimpinan dalam masyarakat Indonesia. Perebutan kekuasaan lewat jalur kepemimpinan tradisional di berbagai pusat kekuasaan tradisional di Indonesia makin sering terjadi, contoh yang masih segar dalam ingatan adalah dualisme kepemimpinan dalam keraton Kasunanan Surakarta. Selain itu, tidak sedikit para pemimpin dan calon pemimpin dalam jalur kepemimpinan modern dari berbagai tingkatan yang “mencari” gelar atau pangkat melalui jalur kepemimpinan tradisional. Sebut saja pemberian gelar Kanjeng Pangeran oleh Paku Buwono XII kepada KH. Abdurrahman Wahid (Gusdur) pada tahun 2002. Pemberian gelar Kanjeng Pangeran dan Kanjeng Pangeran Anom kepada Wiranto dan Akbar Tanjung (capres Partai Golkar) dan Amin Rais (capres PAN) pada tanggal 28 September 20031. Ada juga para pejabat gereja yang kemudian beralih dari jabatannya sebagai pelayan Tuhan menjadi pemimpin tradisonal atau merangkap dua jabatan tersebut sekaligus (misalnya menjadi Parengnge’, yaitu pemimpin tradisional Toraja). Mengapa fenomena-fenomena demikian semakin kerap terjadi dalam era modern saat ini? Apakah model kepemimpinan modern tidak relevan untuk masyarakat Indonesia yang terdiri dari berbagai suku dengan beragam model kepemimpinannya? Ataukah kepemimpinan yang relevan untuk masyarakat kita adalah gabungan antara dua model kepemimpinan, modern dan tradisional? Mungkin inilah yang sedang dicoba sebab sering menjadi syarat, walaupun tidak tertulis, seorang dapat dipilih menjadi pemimpin dalam organisasi modern termasuk dalam gereja jika orang tersebut adalah keturunan “darah biru” alias keturunan bangsawan. Tetapi benarkah dua model kepemimpinan yang dalam banyak hal bertentangan dapat dipadukan dalam sebuah lembaga atau organisasi? Bertolak dari realitas demikian, maka tulisan ini dibuat sebagai pikiran awal untuk mendorong para pembaca mengkaji fenomena tersebut lebih lanjut dan mendalam.

Tata kepemimpinan tradisional diatur dalam system kemasyarakatan yang sumber atau proses menjadinya terkadang sulit dilacak/diketahui. Ia hanya merupakan dongeng yang diturun-alihkan secara lisan dari generasi ke generasi. Dalam mitos suku-suku yang menceritakan tentang asal-usul suatu masyarakat, ada kepercayaan bahwa system kemasyarakatan lahir bersamaan dengan penciptaan alam semesta dengan semua isinya termasuk manusia pertama. Dalam masyarakat Makassar, sistem seperti ini dimuat dan diatur dengan lengkap dalam lontara2 . Contoh lain adalah sistem kemasyarakatan di Toraja yang diyakini diberikan oleh dewa kepada manusia pertama. Sistem kemasyarakatan tersebut menyatu dengan sistem kepercayaan yang diatur dalam Aluk Sanda Pitunna = 7777 (secara harafiah berarti serba tujuh atau lengkap tujuh)3. Salah satu yang diatur dalam Aluk Sanda Pitunna adalah strata sosial4. Strata sosial tidak hanya dikenal dalam masyarakat

Tinjauan Teologis

tradisional Toraja tetapi pada umumnya dalam sukusuku di Indonesia. Stratifikasi yang ada dalam masyarakat lokal sekaligus mencerminkan system pemerintahan (kepemimpinan) yang dianut dan dipraktekkan dalam masyarakat tersebut. Strata tertinggi pada umumnya adalah pemimpin yang paling berkuasa dan selanjutnya strata terendah merupakan kelompok masyarakat yang diperintah atau dikuasai bahkan terkadang disetarakan dengan harta milik yang dalam segala hal harus taat kepada pemimpinnya. Ketaatan kepada sang pemimpin merupakan keharusan sebab hal itu merupakan partisipasi dalam memelihara ketertiban yang telah ditentukan oleh seluruh sistem. Dalam hal ini seorang bangsawan/pemimpin ditempatkan sebagai wakil Tuhan di dalam dunia ini. Inilah sumber utama kewibawaan dan kekuasaan sang pemimpin. Selain pokok yang dikemukakan di atas, yang menjadi sumber kewibawaan pemimpin, masih ada sumber-sumber yang lain yang tidak kalah pengaruhnya bagi seorang pemimpin. AA GN Ari Dwipayana dalam bukunya yang berjudul, “Bangsawan dan Kuasa. Kembalinya Para Ningrat Di Dua Kota”, menjelaskan beberapa sumber kekuasaan bangsawan di Surakarta dan Denpasar5. Sumber-sumber kekuasaan tersebut adalah:
a. Kesatuan yang integral antara istana (keraton, pura, puri, tongkonan) dengan bangsawan.
Istana memberikan makna politis yang sangat besar bagi seorang bangsawan (baca: pemimpin). Tanpa istana seorang bangsawan tidak mempunyai arti politis sama sekali. Karena itu, jika terjadi perebutan kekuasaan di dalam suatu kerajaan yang menjadi prioritas penalukkan adalah istana. Seseorang dinyatakan berkuasa atau menang jika ia menguasai dan bertempat tinggal dalam istana. Oleh Clifford Geertz yang dikutip oleh Dwipayana mengatakan bahwa status social seorang bangsawan akan merosot jika ia tidak mempunyai atau tidak berkedudukan di istana. Namun sebaliknya sebuah istana tidak akan dilihat sebagai lembaga politik yang penting jika tidak disertai dengan bangsawan/ pemimpin yang trampil dalam memelihara kewibawaan istana.
b. Penguasaan secara hegemonik pada level wacana kebudayaan. Menurut Dwipayana bahwa hal ini terjadi sebab istana merupakan sumber tunggal produksi wacana pengetahuan, kepercayaan, acuan system stratifikasi sosial, simbol status, gaya hidup, dan kesenian masyarakat. Upacara yang dilakukan dalam istana selain bermakna religius, tetapi juga mempunyai makna status serta berfungsi sebagai sarana hiburan bagi rakyat pada umumnya. Karena itu, tidak heran jika upacara sekaten yang dilaksanakan di keraton Surakarta atau Keraton Yogyakarta selalu mendapat perhatian dari seluruh rakyat. Demikian pula dengan benda-benda pusaka selain merupakan karya seni yang menarik tetapi juga merupakan simbol status bahkan menjadi sumber kekuatan atau kesaktian.
c. Penguasaan basis ekonomi politik. Ekonomi politik yang dimaksudkan di sini berbeda dengan apa yang dimaksudkan oleh Adam Smith yang pertama kali memperkenalkan istilah tersebut. Salah satu maksud Adam Smith memakai istilah ini adalah untuk membedakannya dengan Ekonomi Allah yang ada kaitannya dengan providentia Allah6. Kebijakan ekonomi tidak bisa dipisahkan dari kebijakan politik suatu kekuasaan7. Ekonomi dan kekuasan hampir selalu berjalan berbarengan. Dalam sistem kepemimpinan tradisional bangsawan menjadi penguasa atas pengelolaan seluruh prasarana ekonomi milik kerajaan. Prasarana ekonomi yang paling dominan adalah tanah. Pada dasarnya tanah itu bukanlah milik pribadi tetapi merupakan tanah adat. Masing-masing tanah itu telah mempunyai peruntukannya sendiri-sendiri. Ada yang diperuntukkan sebagai tanah pertanian, ada untuk tanah peternakan, ada tanah yang diperuntukkan sebagai tempat pemukiman dan ada yang hanya untuk tempat menyelenggarakan upacara atau pesta. Semua dimaksudkan untuk membiayai seluruh kehidupan masyarakat di dalam wilayah kekuasaan tersebut dan terutama demi kepentingan istana. Walaupun pada hakekatnya tanah bukan milik pribadi, tetapi karena kekuasaan menyatu dengan istana dan seluruh miliknya, maka prakteknya tanah adalah milik penguasa. Hal ini yang kemudian banyak menjadi masalah pada saat berhadapan dengan ekonomi dan kepemimpinan modern. Runtuhnya kekuasaan tradisional menyebabkan terjadinya perebutan tanah milik kerajaan atau tanah adat.
d. Penguasaan atas birokrasi dan pengadilan. Kekuasaan bangsawan tidak hanya terbatas pada tingkat kekuasaan tertinggi dalam istana tetapi ia juga menguasai birokrasi di

Gelar yang disandang oleh pemimpin tradisional memperlihatkan ciri dan model kepemimpinan yang diembannya. Gelar-gelar tersebut ada yang mencerminkan keilahian, pengayoman, perlindungan, pemeliharaan tetapi ada juga yang mencerminkan penguasaan. Gelar puang yang dipakai oleh umumnya bangsawan Toraja merupakan gelar yang berbau keilahian sebab nama ini dipakai untuk menyebut dewa. Namun ada gelar lain yang dipakai secara khusus untuk seorang pemimpin dalam suatu lembaga (tingkatan pemerintahan dalam suatu wilayah kekuasaan), yakni To Parengnge’. Kata To Parengnge’ merupakan bentukan dari kata To yang artinya orang dan rengnge’ yaitu alat atau anyaman yang terbuat dari rotan yang diikatkan pada bakul. Alat ini kemudian dipakai untuk menggendong bakul yang disangkutkan di dahi8. Dengan demikian parengnge’ berarti orang yang menanggung orang lain. Yang ditanggung dalam pengertian ini mencakup seluruh aspek. Keamanan dan kesejahteraan merupakan tanggung jawab seorang parengnge’. Karena itu seorang parengnge’ adalah orang yang kuat, berani, kaya, rela berkorban dan bijaksana. Aspek moral adalah salah satu aspek yang cukup penting dalam kepemimpinan tradisonal. Amiruddin Selle menjelaskan dengan sangat baik tentang pentingnya aspek moral dalam kepemimpinan
tradisional dalam kepempimpinan Karaeng Galesong di Kerajaan Galesong. “Dalam tatanan kepemimpinan elit local Karaeng Galesong, nampaknya tidak jauh berbeda dengan sistem kepemimpinan tradisional di beberapa kerajaan, seperti Kerajaan Gowa dan Tallo. Bahwa landasan utama dalam sistem kepemimpinannya senantiasa berpijak pada adat yang termaktub dalam lontara. Berdasarkan ajaran lontara itu, moral kepemimpinan bagi seorang raja atau karaeng sangat mendapatkan perhatian. Oleh karena itu, faktor moral merupakan faktor yang sangat menentukan berjaya dan tidak berjayanya seorang pemimpin, raja atau karaeng/penguasa di masyarakat. Moral merupakan landasan dan kriteria utama dari rakyat yang dipimpinnya. Apabila moral seorang pemimpin atau raja telah dinilai terpuji oleh rakyatnya, maka tidak diragukan lagi bahwa adat akan mendukungnya, pemimpin atau karaeng yang bersangkutan senantiasa mendapat simpati dari rakyatnya. Kesediaan berkorban dari anggota masyarakat, termasuk kerelaan mengorbankan harta bendanya dan bahkan jiwanya yang paling berharga, akan terus mendukung bila moral seorang pemimpin atau penguasa memperlihatkan pula kesediaan untuk berkorban guna kepentingan rakyatnya. Artinya sosok seorang karaeng senantiasa menjadi pelindung rakyatnya, tidak
memperkosa hak rakyatnya, dan menyayangi rakyatnya seperti sang raja/karaeng menyayangi diri dan keluarganya. Sebaliknya, bila moral sang raja/karaeng, tidak terpuji seperti hanya mementingkan diri dan keluarganya saja, berlaku tidak adil dalam memutuskan perkara di masyarakat, egoistis, serakah (korup), menindas rakyat dan dikuasai oleh nafsu angkara murka. Maka tak ayal lagi sang raja yang bersangkutan akan dibenci oleh
rakyatnya”9. Dengan demikian, jelas bahwa seorang pemimpin ia tidak boleh bertindak dengan sewenang-sewenang tetapi bertindak sebijakasana mungkin.
Kepemimpinannya diarahkan demi kepentingan seluruh rakyat tanpa terkecuali dan bukan untuk diri dan keluarganya sendiri. Kepemimpinan yang demikian adalah kepemimpinan dalam rangka mengayomi, menuntun dan mensejahterakan seluruh rakyatnya. Kalau ada rakyat kesulitan dalam kehidupannya, maka sang pemimpin yang akan menolongnya. Di sinilah salah satu (mungkin satusatunya) aspek positif dari strata sosial di mana bangsawan/pemimpin seperti “Puang” di Toraja turut menangung biaya hidup hambanya. Hal inilah yang membuat banyak hamba atau bawahan merasa tergantung kepada tuannya, namun harus diakui pula bahwa ketergantungan seperti ini merupakan satu cara untuk mempertahankan kekuasaan terhadap para budak atau rakyat. Meskipun kekuasaan dalam kepemimpinan tradisional sangat otoriter tetapi kepercayaan terhadap tuan dapat menjadi luntur. Pemimpin yang tidak mengindahkan tata krama dan norma-norma moral yang telah diatur dalam adat akan menyebabkan
berkurangnya dukungan dan rasa simpati dari rakyatnya.

Walaupun harus diakui bahwa pewarisan kepemimpin dalam masyarakat tradisional sepenuhnya didasarkan pada stratifikasi sosial, tetapi tidak berarti bahwa semua keturunan bangsawan secara otomatis akan menjadi pemimpin. Seorang yang “diangkat” menjadi pemimpin adalah kader yang telah mengetahui segala seluk-beluk aturan dan tata cara menjadi pemimpin. Pengetahuan yang demikian tidak datang dengan sendirinya tetapi merupakan hasil belajar dalam waktu yang cukup lama10. Proses belajar tentang masalah kemasyarakatan (kepemimpinan) di Toraja khususnya di Toraja Mamasa, lebih banyak nampak pada saat upacara adat seperti Rambu Solo’ (kedukaan) dan rambu tuka’ (sukacita). Anak-anak biasanya dilibatkan dalam menyediakan daun-daunan untuk alas tempat memotong daging atau disuruh membakar hewan yang dikorbankan. Setelah meningkat dewasa sudah diberi kepercayaan untuk memotong dan membagi daging kepada orang yang hadir dalam upacara tersebut. Membagi daging sangat penting sebab dari sinilah seorang pemuda belajar mengenal dan membedakan orang menurut strata sosialnya. Seorang pemuda yang trampil dalam membagi daging sesuai dengan strata social seseorang pertanda ia punya bakat untuk memimpin masyarakat di masa yang akan datang. Proses pendidikan bagi mereka yang potensial terus dilanjutkan. Proses pendidikan atau pelatihan kepemimpinan yang sesungguhnya baru dimulai disini, yakni dengan melibatkan/mengikutkan dalam penyelesaian-penyelesaian perkara yang terjadi dalam masyarakat dan dalam upacara-upacara adat. Selain proses belajar berupa keterampilan praktis seperti di atas, orang tua juga mengajar anak-anak dengan pengajaran yang merangsang imajinasi anak melalui cerita-cerita (dongeng). Dongengdongeng itu biasanya diceritakan pada saat santai menjelang tidur di malam hari atau waktu dalam perjalanan ke kebun. Walaupun makna dongeng itu tidak pernah dijelaskan tetapi setelah dianalisa ternyata nilai kemanusiaannya sangat dalam. Proses pendidikan ini berlangsung terus-menerus. Khususnya dalam bidang kepemimpinan, penggantian pimpinan dilakukan pada saat sang pemimpin tidak mampu menjalankan tugasnya. Ada banyak macam atau variasi dalam penggantian pemimpin11. Ada kepemimpinan yang harus diwariskan kepada keturunan pemangku adapt (pemimpin) tersebut tetapi ada juga yang diangkat dari anggota suku yang bukan keturunan langsung dari pemimpin sebelumnya. Menjelang penyerahan tongkat estapet kepemimpinan, maka sang calon pemimpin akan mendapat semacam pelajaran terakhir dari yang akan digantikannya. Peristiwa itu disebut “disikkudui sadangna” yang arti hurufiahnya diludahi mulutnya. Artinya pemberian kata-kata nasihat yang merupakan kode etik dan rahasia dalam memimpin. Nasihat-nasihat yang berisi kode etik dan rahasia kepemimpinan itu hanya diberikan kepada yang akan dipilih dan tidak bias disampaikan sembarangan kepada orang lain. Peristiwa pemberian nasihat yang hanya terjadi antara sang pemimpin dan pewarisnya itu disampaikan menjelang penyerahan tongkat estapet kepemimpinan Upacara penyerahan tersebut ada bermacam-macam. Ada yang hanya dilakukan dengan penyerahan alat-alat atau simbol-simbol kepemimpinan yang dipakai dalam memimpin, tetapi ada juga yang harus dilakukan melalui semacam upacara perberkatan yang dalam bahasa daerah Toraja Mamasa disebut ditada’.

sistem otonomi daerah ini. Keraguan padaumumnya berada disekitar kemungkinan bangkitnyaraja-raja baru (baca: feodalisme modern) di daerahyang memakai gelar-gelar modern tetapiperilakunya sama dengan raja dalam masyarakattradisional. Gejala seperti pencarian/pemberiangelar bangsawan tradisional kepada pemimpinmodern dapat menjadi salah satu indikasi. Dalampemberian gelar kebangsawanan, kedua belah pihak diuntungkan. Pihak penerima gelar diuntungkan sebab dengan adanya legitimasi dan pengakuan keraton diharapkan dapat menjadi pintu meraih dukungan dari rakyat yang masih sangat kuat dengan simbol-simbol tradisional. Sementara itu, pihak pemberi gelar diuntungkan oleh adanya relasi dengan pemimpin dalam elit modern. Keuntungan tersebut bisa dalam wujud perlindungan tetapi juga bisa berupa finasial. Berbeda dengan pihak yang masih bernada skeptis, Aminuddin Selle justru melihat sisi-sisi positif dari kepemimpinan tradisional. Baginya kepemimpinan tradisional justru harus mendapat perhatian dalam mengoptimalkan otonomi daerah. “Kajian mengenai nilai-nilai budaya kepemimpinan elit lokal sebagai salah atu dimensi sosial budaya masyarakat dapat membantu rencana pambangunan yang diwarnai stressing program dan prioritasprioritas untuk menjawab situasi konkret masyarakat. Sebaliknya jika pembangunan yang dilakukan secara drastis dengan mengabaikan kearifan tradisi dan nilai-nilai budaya masyarakat lokal akan menjadi problem bila menurut Peter L.Berger; menuntut korban manusia karena kurang mempertimbangkan dimensi sosial budaya yang menjadi bingkai laku hidup masyarakat”12. Terlepas dari pro kontra tentang otonomi daerah, yang jelas ialah bahwa peluang kebangkitan system kepemimpinan tradisional di berbagai daerah sangat besar. Simbol-simbol kekuasaan lama seperti gelar bangsawan, pakaian kebangsawanan, rumah dan lain-lain semakin hidup kembali dalam masyarakat termasuk dalam pemilihan pemimpin dalam pemerintahan tingkat lokal. Walaupun era ini adalah era reformasi tetapi masih ada saja sisa-sisa pikiran yang menolak jika yang memimpin suatu daerah tidak berasal dari keturunan “darah biru”. Memang harus diakui pula bahwa tidak semua yang ada dalam sistem kepemimpinan tradisional tidak baik. Pasti ada sisi positif atau sisi yang baik, tetapi ada pula yang sama sekali tidak relevan dengan situasi yang sangat menekankan nilai-nilai demokratisasi. Sikap kritis harus terus dihidupkan baik terhadap kepemimpinan modern dan terlebih terhadap kepemimpinan tradisional.


Sikap kritis terhadap kepemimpinan tidak hanya perlu dihidupkan dalam kepemimpinan masyarakat secara umum tetapi dalam gerejapun sikap demikian mestinya dipupuk terus. Gereja yang lagi demam “membumi” di negerinya melalui apa yang disebut kontekstualisasi tidak “suci hama” dari godaan gaya kepemimpinan lama. Godaan ini umumnya tidak nampak secara terang-terangan tetapi mengambil wujud yang lain bagaikan “rusa berbulu domba”. Kasus penolakan penatua yang berasal dari kalangan strata rendah untuk memimpin ibadah di rumah keturunan bangsawan masih kerap didengar di berbagai daerah. Penolakan tidak hanya datang dari keturunan bangsawan tetapi terkadang penolakan dari sang penatua sendiri. Bahkan lebih heboh lagi sebab pernah terjadi seorang parengnge’ memindahkan hari minggu gara-gara penentuan waktu upacara adat telah disepakati bertepatan dengan hari minggu. Dengan demikian jelas bahwa baik dalam masyarakat secara umum maupun dalam gereja secara khusus realitas membuktikan bahwa pengaruh kepemimpinan lama (tradisional) masih tetap mempunyai pengaruh. Ia tidak hanya bias dikenang akan eksistensinya pada masa lampau tetapi masih mempunyai pengaruh bahkan masih menjadi impian sebagian orang. Dalam rangka otonomi daerah dan kontekstualisasi kehidupan bergereja pengkajian secara sungguh-sungguh dan mendalam sangat dibutuhkan pada tiap-tiap daerah. Hanya dengan cara seperti itulah kita akan terhindar dari penyesalan anak cucu akibat kekeliruan yang dibuat pada masa kini. “Apa yang pernah ada akan ada lagi, dan apa yang pernah dibuat akan dibuat lagi; tidak ada sesuatu yang baru di bawah matahari” (Pengkhotbah 1:9)

BAB III
PENUTUP


1) KESIMPULAN

Seorang pemimpin harus mempunyai keberanian untuk mengambil keputusan dan memikul tanggung jawab atas akibat dan resiko yang timbul sebagai konsekwensi daripada keputusan yang diambilnya Tentunya dalam mengambil keputusan. Seorang pemimpin harus punya pengetahuan, keterampilan, informasi yang mendalam dalam proses menyaring satu keputusan yang tepat. Hanya dengan jalan demikian pencapaian tujuan dapat terlaksana dengan efisien dan efektif. Pertama, kepemimpinan yang berhasil memelihara ketertiban di dalam masyarakat. Karena salah satu kecenderungan perkembangan masyarakat pada masa depan adalah kemajemukan yang semakin kentara yang tentunya berpeluang terjadinya gesekan sosial
Kedua, kepemimpinan yang mampu menjaga keamanan dari luar di samping tentunya juga memelihara wibawa dan martabat bangsa. Masyarakat luar begitu kagum melihat anggun dan berwibawanya bangsa Indonesia sementara yang dirasakan sekarang adalah kebalikannya begitu rendahnya posisi bangsa ini berhadapan dengan bangsa lain. Hal ini semakin terasa bagi mereka yang kebetulan sering bepergian ke luar Indonesia.
Ketiga, pranata politik yang dikembangkan berhasil mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Di tengah peningkatan angka kemiskinan akibat dari berbagai terpaan badai ekonomi sehingga menyurutkan tingkat pertumbuhan ekonomi masyarakat.

2) SARAN
Marilah kita menjadi pribadi-pribadi yang perbedaannya adalah kemampuan untuk mengubah yang biasa, menjadi yang luar biasa. Perhatikanlah, sebuah organisasi, tidak mungkin bisa bergerak mendekati bentuk kreatifitas apapun, bila sang pemimpin menjadikan dirinya sendiri sebagai contoh utama dalam penolakan cara-cara yang lebih baik. Dari mana memulainya?
• Seperti dalam hal apapun,
• Mulailah dari diri kita sendiri.
• Anda adalah seorang khalifah

Selasa, 12 April 2011

tugas kepemimpinan

Tipe kepemimpinan presiden-presiden Indonesia

Tugas Mata Kuliah Kepemimpinan

Nama Dosen  : Dr. Erina Pani

Kelompok 3 anggota : 1. Dewi Yanti

                                       2. Hotmauli Polman s

                                       3. Mardawati

                                       4. Rosmalia Resna

                                       5. Sarif Ediansyah

                                       6. Hendra Usman

                                       7.  Helsa sari

                                       8. Angga

Semenjak indonesia merdeka sampai sekarang, sudah ada 6 presiden yang berganti. Dan tentu saja mereka memiliki gaya kepemimpinan masing-masing. Hal ini sungguh menarik untuk sedikit di bahas dan mungkin nanti bisa disimpulkan bahwa, “adakah gaya kepemimpinan yang ideal bagi seorang pemimpin, atau lebih khususnya pemimpin di Indonesia??
Sebelum kita membahas satu persatu presiden, mari kita pelajari sedikit tentang tipe-tipe personaliti manusia. Secara umum ada 4 tipe personaliti kepemimpinan yg ada, yaitu:
1. Tipe Dominance (dominan): atau biasa dalam ilmu psikologi disebut dengan korelis. Bagaiman tipe ini bertindak? Tipe ini adalah seorang tipe yang dominan (yaiyalahh! -_-”), keras kepala dan mungkin agak galak. (saya tidak bisa menjelaskan seberapa galak karena tentu saja arti galak sangat berbeda antara mas-mas yang kerja di salon dengan anggota Brimob kan?? :p). Nah intinya tipe ini adalah tipe yang drive atau penyetir.
2.Tipe Steadiness (teguh) sangat berbeda 180 derajat dengan tipe dominance, tipe ini adalah tipe yang penurut (bukan berarti menurut dengan bawahannya –> ngapain jadi pemimpin klo gini.. ). Tapi lebih tepatnya orang steadiness memiliki jiwa yang loyal, rajin, cinta damai, suka melayani orang lain dan pekerja keras. Dalam ilmu psikologi biasa kita sebut dengan plegmatis. Cocoklah ini orang kalau bekerja bareng sama tipe Dominance. Tetep nerimo walopun dimarah2in juga. hehe.
3. Tipe Influence (mempengaruhi): Ciri-ciri tipe ini yang mudah terlihat adalah terlihat supel. Tipe ini memiliki rasa humanisme dan humor yang bagus. Sangat optimis dalam menghadapi masalah. Sangat bersemangat, enjoy the life , dan spontanitas. Namun kejelekan tipe ini yah kurang teliti, kurang waspada terhadap musuh, cenderung malas. hmm, apalagi ya.. (ga tega nyebut kekurangannya soalnya kebetulan penulis bertipe ini hihihi). Biasanya di dunia psikologi tipe ini disebut dengan sanguinis.
4. Tipe Compliance (memenuhi): Duh bingung juga ney istilahnya. Pokoknya tipe ini berkebalikan dengan tipe Influence. Biasa di sebut dengan melankolis (Tapi jangan membayangkan presiden-presiden kita dengan tipe ini akan meneteskan air matanya saat mendengarkan lagu melow nya Rossa atau menangis saat di putus pacarnya.. *hihihi ,anak SMP bgt siy!*). Intinya sangat taat pada hukum, birokrasi atau aturan yang berlaku. Sangat teratur, teliti, waspada, sangat berstrategi dan mungkin juga aga sedikit pendendam. Hati-hati sekalinya dia sakit hati ga akan pernah lo di sapa lagi. (serem ga siy si melankolis ini).
Nah setelah kta bahas tipe-tipe personaliti, selanjutnya akan kita bahas tipe-tipe yang manakah presiden-presiden kita ini. Yuk maree..! Sebagai tambahan, bahwa dalam ilmu psikologi kebanyakan orang akan memiliki lebih dari satu tipe yang saya sebutkan diatas tersebut. Ada siy yang biasanya punya 3 atau bahkan 4 (psikopat kali ya, yang personalitnya ga jelas!) atau bahkan cuma punya satu (duh, ga berwarna bgt hdupnya -_-”). Nah biar ideal kita cari 2 kombinasi aja untuk masing2 presiden kita.
1. Soekarno:
Ayo tebak tipe yang manakah Pak Karno ini. Mulai dari gebrakan proklamasi yang dia lakukan, bahkan sempet eyel-eyelan dulu sama pemuda sampai-sampai pak Karno di culik. (kebetulan saya bukan pecinta sejarah, jadi cuma adegan action inilah yang saya ingat,hehe). Pandanganya jauh ke depan tentang cita-cita Indonesia, sangat bermotivasi untuk mewujudkannya Sangat di segani oleh dunia luar. Lalu dengan dirubahnya demokrasi negara kita menjadi terpimpin, hmm.. tindakan ini sangat mengebrak sekali, hanya akan dilakukan oleh orang bertipe dominance. Setuju ga?? Nah buat tipe keduanya bisa dilihat dari gaya berbicaranya. Sangat supel kan, terbukti dong banyak wanita yang suka,, hehe. Engga, maksud saya bagaimana dia berbicara dan mempengaruhi orang lain sangatlah mempesona (kata org2 dulu sich, saya sendiri juga belom pernah liat secara langsung). Kalo dibayangin, yah.. mirip-mirip Obama laahh.. Jadi bisa saya katakan Pak Karno memiliki tipe kepemimpinan Dominance-Influence.

2. Soeharto:
Udah bisa di tebak dong pak Harto ini bertipe apa. Yang saya ingat sih ini, waktu dulu keluarga besar saya selalu mencoblos nomer 2 (golkar) saat pemilu. Saat saya tanya; Lho kenapa pak, bu? Mereka menjawab; kamu masih mau bisa sekolah ga?! kamu mau sepeda baru ga pas ultah mu?!. Walaupun saat itu saya gak tau arti jawaban mereka, tetapi untuk sementara pada saat itu jawaban mereka saya terima-terima aja. Demi sepeda BMX baru gitu lho cooyyy..!! hehehe. Oke setuju kan klo saya sebut tipe Bapak Seribu senyum ini adalah tipe Dominance?? (kalau ga setuju saya berhenti nulis nih! *ngambek*) hehe.
Lalu kira-kira combine nya apa ya? Apakah beliau supel? saya lebih memilih kalau beliau ini agak pendendam (saya tambahin agak, soalnya takut di dendamin sama anaknya nih) maaf… :(. Beliau sangat berstrategi, tidak sembarangan (berbeda bgt sama sanguinis/influence). Bagaimana Soekarno yang bertipe influence dengan mudahnya “diturunkan” oleh Soeharto. Dan bagaimana strategi Soeharto yang bisa membuat dia berkuasa selama 32 tahun, ini menandakan dia bertipe Compliance. Bagaimana dia membuat MPR/DPR berasal dari partai politik pendukung dia, itulah seninya strategi politik yang dilakukan oleh sang compliance. Lalu beliau dendam kepada siapa? Yah kepada orang yang akan kita bahas selanjutnya.. hhihihihi. Jadi kesimpulannya Pak Harto memiliki tipe kepemimpinan Dominance-Compliance.
3. Habibie:
Kalau boleh saya bilang Presiden yang satu ini adalah presiden yang paling loyal dan rajin terhadap pekerjaannya. Bahkan dari informasi yang saya dapat, Pak Habibie sering tidur hanya 2 – 3 jam perhari demi menyelesaikan tugasnya. Bahkan saking cerdasnya, mentri ekonomi kita pada saat itu pernah di beri presentasii pengarahan tentang bagaimana seharusnya ekonomi indonesia di perbaiki. (Gila, lulusan teknik tapi jago ekonomi juga). Tapi beliau tidak pernah marah kalau di debat, tidak seperti Pak Harto dan Pak Karno. Pak Habibie suka di debat demi mencapai hasil yg lebih baik. Bahkan sering banget beliau di eyel sama para mentrinya. Tapi enjoy-enjoy aja, ga pernah marah ga pernah dendam. Sayang saja, di bidang politik beliau bisa di bilang polos. Demi membuat semua senang, keputusan nya dalam pemilu timor-timor secara cerdik dimanfaatkan oleh lawan-lawan politiknya. Alhasil beliau cuma menjabat 1 tahun deh.. *hiks, sedih deh!. Bagaimana gambaran dia memimpin ditambah dengan sikapnya saat dia bekerja bersama Pak Harto sebagai mentrinya, bisa dikatakan beliau bertipe Steadiness. Lalu kalau di bilang supel,,hmm engga juga.. Malahan beliau orang yang sangat teliti dan teratur (mentri-mentri paling ga bisa kalau mau bohong sama presiden kita yang satu ini. Jadi bisa di katakan beliau juga bertipe compliance. Untung saja habibie bertipe utama steadiness yang cinta damai. jadi meskipun beliau juga bertipe compliance namun beliau bukanlah tipe orang yang pendendam gitu loch..! Kesimpulan saya, Pak Habibie memiliki tipe kepemimpinan Steadiness-Compliance.

4. Gus Dur:
Dari gayanya yang easy going, sangat optimis namun ceplas-ceplos saat di tanya wartawan, dan seolah “mengampangkan” semua persoalan-persoalan dengan ciri khasnya “gitu aja kok repot?” terlihat bahwa dia adalah tipe Influence/sanguinis (sama nih ama gw.. :) ). Humanismenya (sisi kemanusiaannya) baik sekali, terbukti dari di resmikannya agama ke-6 di negri ini. Namun sikap (maaf) “sembrononya” juga terlihat dari sikapnya yang sering tertidur saat rapat kabinet ataupun keinginannya untuk manjalin hubungan diplomatik dengan israel. (lagi-lagi sisi humanisme sangat di tonjolkan oleh Gus Dur). Dan efek dari sifat sembrono (walaupun jago mempengaruhi orang, influence juga mudah percaya dengan orang) si Influence ini dengan mudah dimanfaatkan oleh lawan-lawan politiknya. Turun deh jadinya beliau, padahal belum akhir masa pemerintahannya. *sedih :(* . Disisi lain beliau juga seorang yang pemarah lho, ia kerapkali menggebrak meja saat anak buahnya tidak menuruti keinginannya. Di depan beliau anak buah seakan takut, namun di belakang beliau sangat lah berbeda. Ini lah kekurangan lain dari sang influence, yaitu kurang waspada dan kurang strategi saat menghadapi musuh-musuh yang tersembunyi.. Jadi bisa dikatakan bahwa, Gus Dur memliki tipe kepemimpinan Influence-Dominance.
5. Megawati:
 Ia sangatlah teliti dan teratur, namun bukan pada bidang pemerintahan yang beliau geluti saat menjadi presiden RI. Namun beliau sangat teratur sekali dalam menata rumah dan taman pribadinya (yang merupakan hobi beliau). Pernah saat Seorang menteri datang untuk meminta petunjuk dalam suatu persoalan ekonomi, namun beliau menjawab; “yah terserah kamu deh mau diapain, saya percaya kamu.” Lalu pembicaraan berlanjut dengan topik berbeda, “ini lho saya sedang merawat bunga yang baru, bagus kan?”.
Para mentripun banyak yang suka dengan ibu Mega, karena mereka jarang mendapatkan tekanan saat mereka bekerja, namun buat mentri yang sedang bekerja sungguh-sungguh malahan jadi sering bingung dengan jawaban ibu Mega. Terlebih jika Taufik Kemas ikut mengambil keputusan, jadi seolah ada 2 nahkoda dalam satu kapal. Misal dalam pencalonan gubernur jawa barat. Hmmm, sedikit diluar konteks tulisan ini, lalu kebijakan-kebijakan yang Ibu buat siapa yang sebenanya membuat?? Yah tanpa saya beritahu juga para pembaca tentunya sudah banyak yang tahu. :).
Dalam bidang pemerintahan hampir mirip seperti Pak SBY, beliau selalu berupaya berjalan di jalur hukum, takut jika ada ketentuan undang-undang yang dilanggar, tidak suka konfrontasi dan lamban dalam mengambil keputusan. Beliaupun mudah tersinggung dan juga pendemdam lho, bahkan akan terus mengkritik orang yang di dendam. Kesimpulan dari sedikit uraian ini adalah, bahwa Megawati memiliki tipe kepemimpinan Compliance-Steadiness.
6. SBY:
Hampir mirip dengan gaya Ibu megawati yang teliti dan teratur. Namun SBY mengimplementsikan sifat keteraturan dan ketelitian itu dalam pekerjaannya sebagai presiden. Dia tidak asal ambil keputusan, tidak mau ikut campur diluar kewenangannya, walaupun sebnarnya dia sangat bisa. Karena dia sangat berstrategi, dia sadar bahwa di balik keputusan yang dia ambil, jika keputusan itu salah atau kurang populis maka lawan-lawan politiknya siap untuk menerkam dia dari belakang. Untuk itu dia sangat berstrategi, dengan cara memeluk lawan-lawan politiknya. Membuat koalisi, atau bahkan memuat Seketariat Bersama di DPR. Dengan startegi yang teratur ini dan tentu saja dengan pengalaman politiknya yang sudah tidak di ragukan ini, sangat sulit untuk lawan politiknya mau menggulingkan pemerintahannya. Saya berani bertaruh, dia akan langgeng sampai 2014, walaupun tiap ultah pemerintahannya akan banyak demo-demo yang “digerakkan” oleh lawan poltiknya.
Beliaupun tipe yang mudah tersinggung, membalas kritik dengan kritik, suka curhat ke masyarakat. Strategi popularitas yang digunakan adalah mengambil simpati rakyat untuk di kasihani. Strategi itupun yang SBY lakukan hingga beliau berhasil menjadi Presiden.
Dibalik sifat melankolis/compliance nya, beliau juga memilki sifat dominance. Hasil didikkan dari militer membuat beliau juga terkadang bersifat dominance. Beliau pernah mengusir audience nya saat tertidur dalam pidatonya. Beliau pun melakukan gebrakan KPK, mencopot jabatan Menkeu Sri Mulyani dengan halus, RUU jogjakarta, dan wacana pemerintahan lebih dari 2 kali masa jabatan, semua tindakan-tindakan itu, beliau drive dengan strategi yag baik. Tujuannya semua senang, semua bahagia (termasuk rakyat tentunya, I hope so) dan pemerintahannya tetap langgeng. Kita lihat saja bagaimana strategi nya saat menghadapi pemilu 2014. Sangat menarik tentunya, khusunya bagi intern democrat. Bisa saya simpulkan dong, bahwa Pak SBY memiliki tipe kepemimpinan Compliance-Dominance.
Oke, dari wacana sebelumnya bisa dong kita diskusikan kira-kira tipe kepemimpinan apa yang terbaik di dunia ini? Dan tipe keemimpinan apa yang cocok untuk indonesia saat ini?? Apakah tipe kepemimpinan itu seperti Obama (mungkin Influnce-Dominant kali ya), ataukah seperti firaun? atau seperti pemimpin-pemimpin dunia lainnya? Hittler,bush dan firaun yang dominan, atau nabi Muhammad SAW? Kira-kira apa jawaban anda tentang bagaimana pemimpin ideal itu??
Jadi sebenarnya semua tipe itu harus dimilliki oleh seorang pemimpin. Lho maksudnya gimana?? Kalau semua tipe dimiliki jadi seperti psikopat yang tadi sempet kita bahas dong??! hahaha.
Memang pada dasarnya bawaan sejak lahir dan pengaruh lingkungan, kita pasti memiliki setidaknya 2 tipe kepemimpinan tersebut. Namun sebagai seorang pemimpin (tidak hanya presiden, kepala keluarga, ibu dari anak-anak juga bisa disebut pemimpin lho!) kita dituntut bisa menjadi kesemua tipe tersebut sesuai situasi dan kondisi. Maksudnya??
Misal contoh sederhana nih (kita keluar sebentar dari judul kita kali ini); seorang guru, dia harus bisa bersifat berbeda terhadap murid-muridnya yang berbeda karakter. Dia harus menjadi dominan saat menghadapi murid yang nakalnya kelewatan, dan saat murid yang nakal itu takut, nah saatnya sang guru menjadi guru yang steadiness atau cinta damai. Jadi murid itu merasa perubahannya di hargai.
Sedikit cerita, saya dulu pernah punya guru yang killer atau galak. Dia pernah marahin saya. Saya pun kapok dan berubah, namun saat saya sudah menjadi anak yang baik (menurut saya), dia pun tetap bersikap galak seperti itu. Apa lagi salah saya?? Kenapa bapak tidak menghargai perubhan saya??
Atau seorang supervisor yang steadiness misalnya, selalu menghindari konflik, selalu bersikap sabar dan cinta damai. Suatu saat dia harus menghadapi anak buah yang sangat buruk perangrainya (duh ga ada kata yg lebih sederhana ya ….). Gimana bisa tuh anak buah berubah kalo si supervisor selalu bersikap baik dan humanisme. Bersikap tegas dan marahlah dengan elite! (tapi jgn keluarin hewan-hewan di ragunan dari mulut anda! sumpah, kampungan bgt ini.. -_-”). Kalau anak buah masih tetap seperti itu, jadi supervisor yang dominance (walaupun ini bukan anda bgt misalnya), kasih first and last warning! Ini hak anda sebagai spv, demi kebaikan bersama. Nah saat anak buah anda menunjukan perubahan, berubahlah menjadi sang influence dan steadiness lagi. Beri pujian ke dia secara personal dan hangat walaupun itu bukan dominance bgt seperti yang anda praktekan sebelumnya.
Nah seperti inilah menurut saya bagaimana seorang pemimpin itu seharusnya. Pemimpin harus bisa “menjadi” semua tipe personality sesuai situasi dan kondisi yang dihadapinya. jadilah gak be my self dong kita? Saya tidak bilang untuk berubah ya, saya bilang menjadi,, contoh lain nih anda tipe suami dominance kelas akut, saat anak anda sudah berprestasi, tidak ada salahnya kan anda mencoba menjadi sang influence dalam waktu sehari atau bahkan satu jam untuk memujinya. Saya jamin, wibawa anda yang diperlihatkan dengan kumis tebal anda tidak akan jatuh kok di depan anak anda.
Jadi kesimpulan pertama sudah bisa diambil kan (liat aja kata2 yang bold). Nah, the next question is… Apa yang di butuhkan pemimpin Indonesia sekarang ini??
Kalau boleh saya berpendapat, sekarang ini Indonesia membutuhkan tipe pemimpin yang Dominance agar bisa tegas mengambil keputusan yang mengrebak, terutama pada masalah birokrasi kita. Seperti yang Pak Budiono bilang; pembenahan ekonomi indonesia harus di dahului dengan pembenahan birokrasi, walaupun hal ini tidak mudah untuk dilakukan. Nah, diperlukan pemimpin yang dominance yang mampu untuk melakukan gebrakan secara tegas untuk merubah birokrasi yang kacau balau ini. Dijamin kasus Century, saham KS, lumpur lapindo, penyuapan MK, kasus Gayus dll bisa terselesaikan dengan cepat.
Trus kalo “tegas” begitu, bisa dengan mudah dong dijebak dan diturunkan oleh musuh-musuh politik?? Yaa, tipe kedua yang dibutuhkan adalah Compliance. Biar berstrategi, tetap waspada dan tidak mudah di “serang” musuh. Jadi kesimpulan saya untuk tipe yang cocok untuk pemimpin indonesia sekarang adalah tipe Dominance-Compliance. Nah lho, kok mirip Pak Harto?? Yah mungkin itu kesimpulan yang masih bisa di perdebatkan atau karena itu mungkin Pak harto bisa melanggeng selama 32 tahun di negri tercinta ini..
Lalu bagaimana dengan teori “menjadi” tersebut? Tentu saja teori kepemimpinan ini masih harus dilakukan. Presiden kita harus bersikap Dominance; galak sama anak buahnya yang korupsi, tegas sama negara lain yang macam-macam (arab dan malaysia) atau berani dalam mereformasi birokrasi kita tersebut. Presiden juga harus bisa ber-influence; cepat dalam bertindak dan spontanitas terhadap hal-hal urgent terutama tentang kebutuhan rakyat. Bikin project pembangkit, seribu tower rusunami, dan semua yang berhubungan dengan kebutuhan rakyat (humanisme) dan ini akan bisa dilakukan dengan cepat oleh pemimpin yang bertipe Influence. Sikap Compliance harus diimplementasikan dalam membangun strategi pemerintahan dan politik. Tetap waspada terhadap kawan dan lawan, teliti tentang undang-undang. tetap menjalankan semua sesuai aturan, selama tidak ada yang urgent. Dan yang terakhir adalah sikap steadinees, yang harus dimiliki oleh presiden. Rasa loyalitas kepada rakyat, kerja keras demi rakyat dan cinta damai terhadap lawan-lawan politik.
Duh ribet ya jadi presiden, antara membela rakyat vs menjaga jabatan. Keputusan pun akhirnya lama untuk diputuskan, apalagi mau mereformasi birokrasi. Sepertinya tidak mungkin terlaksana deh kalo masih mementingkan “hangatnya” kursi presiden. Obama adalah contoh presiden yang tidak peduli dengan jabatan dan hanya terus memikirkan rakyat. Akhirnya dengan mudah posisi parlemen gedung putih “dibalik” oleh republik. Kalah deh obama (demokrat), padahal semua kebijakan Obama (UU kesehatan, penarikan pasukan di Iraq dll) benar-benar pro Rakyat)
Yup, intinya sungguh repot lah jadi presiden! harus bisa jadi ini itu, harus waspada sana-sini. Tapi satu hal yang terpenting adalah Ketulusan. Dengan tulus kita akan jujur bekerja, dengan tulus kita akan loyal terhadap rakyat, dengan tulus kita akan ikhlas atas semua yang kita lakukan.
Nah pertanyaan selanjutnya adalah;
1.      Apakah ketulusan itu tidak bisa berjalan selaras dengan kondisi politik di Indonesia?
2.      Haruskah ketulusan di halangi oleh tembok besar intrik-intrik politik lawan?
3.      Jika tujuan akhir nya adalah rakyat, bisakah mereka bekerja dengan tulus bersama-sama tanpa       mempedulikan siapa yang duduk di kursi puncak itu??
4.      Bukankah kursi itu hanya sebuah amanah dari Tuhan untuk memperbaiki nasib rakyat, bukannya untuk diperebutkan??

Selasa, 05 April 2011

Nama-nama Ketua Kelas mahasiswa pasca sarjana USBRJ angk-7

No  Nama                             kls                 No Hp                                keterangan


1. Wakijan          ketua kelas 7 EA                081272250886
2. Ardiansyah         "      "      7 EB                081996942176
3. M. Bahtiar          '      "      7 EC                081368689456
4. Hendra Usman   "      "      7 ED                081279128003                Sekretaris
5. Hapani               "      "      7 EE                08 11794799
6. Taufan                "      "      7 EF                 0811728786
7. Sorono              "      "       7 EG                081272584433               Ketua angkatan 7
8. Desma N           "      "       7 RA                08127231939                 Bendahara

Jumat, 01 April 2011

SOAL UTS KLS 7 ED

SOAL UTS mata kuliah kepemimpinan
KLS 7 ED
nama dosen : Pak Nanang
 
1.      Buatlah analisa kepemimpinan. Gaya kepemimpinan yang bagaimanakah yang dapat menyelesaikan persoalan di Indonesia.

Pengertian kepemimpinan adalah suatu proses mempengaruhi aktivitas orang lain atau sekelompok orang untuk bekerjasama mencapai tujuan tertentu. Pada hakikatnya dalam kepemimpinan terdapat unsur-unsur antara lain kemampuan menggerakkan, mempengaruhi, mengarahkan tingkah laku orang lain atau kelompok untuk mencapai tujuan organisasi/kelompok.
2.      Jelaskan mengapa seorang pemimpin harus bisa berimpropisasi rasional.

Ketika seorang pemimpin telah ditakdirkan lahir di dunia. Dan kita, mau tidak mau, suka atau tidak suka, akan masuk dalam suratan pergiliran untuk menjadi seorang pemimpin. Tiada yang bisa kita lakukan kecuali mempersiapkan diri, membekali diri dengan ilmu dan kecakapan dalam pemegangan amanah. Sehingga ketika masa itu datang, kita tidak menjadi pemimpin yang jahil apalagi dhalim dikarenakan ketidakmampuan kita (QS 33-72).
Kepemimpinan adalah Rasional dan Emosional
Kepemimpinan adalah aksi dan pengaruh yang berbasis ke logika dan juga inspirasi. Pemimpin bukanlah sosok commander data dalam star trek, yang selalu merespon permasalahan dengan prediksi logika dan data. Tiap-tiap manusia memiliki sisi rasional dan emosional yang membawa implikasi terjadinya perbedaan pemikiran, feelings, pengharapan, mimpi, kebutuhan, ketakutan, ambisi dan tujuan. Maka konsekuensinya, seorang pemimpin dituntut untuk cerdik menggunakan pendekatan rasional dan emosional untuk mempengaruhi pengikut, tentu dengan bobot yang adil dan disesuaikan dengan keadaan.
Improvisasi akan berkembang dengan baik bila faktor kualitas kemampuan manusianya sudah mencukupi . Dibutuhkan sebuah kerangka yang kokoh dan terkonsep dengan baik agar improvisasi bisa bergerak lincah leluasa yang akhirnya dapat menemukan dan mengisi ruang-ruang yang tersedia .

3.      Apa yang dimaksud dengan kepemimpinan pancasila

Kepemimpinan Pancasila adalah satu potensi atau kekuatan yang mampu memberdayakan segala sumber daya masyarakat dan lingkungan yang memiliki sikap dan perilaku sesuai dengan nilai-nilai luhur pancasila yang yang mampu menanggapi kemajuan IPTEK dan kemajuan zaman, berwibawa (yakni timbulnya kepatuhan yang dipimpinnya, bukan karena katakutan, tetapi karena kesadaran dan kerelaan),

4.      A.  During the first period of a man’s life the greatest danger is not to take the risk   when once the risk has really bee taken, then he greatest danger is to risk too             much

      Selama periode pertama kehidupan manusia bahaya terbesar adalah tidak          mengambil risiko ketika sekali risiko benar-benar harus diambil, maka bahaya     terbesar adalah terlalu banyak risiko
     
intinya dalam hidup punya resiko terbesar di depan,, tapi itu ga akan menimpa    kita kalo kita ga berulah yang tidak semestinya

B.   true morality consist not in following the well beaten track but in finding out the   true path for ourselves and in fearlessly following it.

      moralitas sejati terdiri tidak mengikuti jalur dipukuli dengan baik, tetapi untuk     mengetahui jalan yang benar untuk diri kita sendiri dan tanpa rasa takut  mengikutinya.

daftar nama mhs s2 klks 7 ed

PROGRAM PASCA SARJANA
UNIVERSITAS SANG BUMI RUWA JURAI
KLS   :   7 ED
NO N A M A N I M NO HP KETERANGAN
1 Umilasari 085768523062
2 Maryana 08127948159  Bendahara
3 Mirza Burdan 081930000024
4 Apridayanti 08197911018
5 Wirham Riadi 08127916742
6 L.Liastuti 081369698484  Sekretaris
7 Hartuti 085279772277
8 Welly 085769860506
9 Cecep Heri 085788643332
10 Isminarti Ika Putri 081369555011
11 Fitriyanti Sumarno 085279450127
12 Partinia 081541356500
13 M.Canggih Irawan 081379699925
14 Aris Pranata 081927891011
15 Yulva Novianti 081540041924
16 Tarmizi 085269433333
17 Erwina Sari 081379791144
18 Helsa 081279646428
19 Dewi Yanti 08154178560
20 Hotmauli Polman s 082183506117
21 Mardawati 081369190343
22 Rosmalia Resna 085220755676
23 Angga 081272024072
24 Sarif Ediansyah 081369181838
25 Hendra Usman 081279128003  Ketua kelas