Jumat, 27 Januari 2012

TUGAS PERENCANAAN PENDIDIKAN

TUGAS PERENCANAAN PENDIDIKAN

NAMA    :    HENDRA USMAN
NIM        :    1161101116
KELAS   :    7 ED Konsentrasi 7e Pdd2

Universitas Saburai
ISU PENDIDIKAN DI INDONESIA
(WAJAR  9 TAHUN,  K T S P,  MBS, U U  SISDIKNAS (UU No. 20 Tahun 2003),
 U U  GURU DAN DOSEN  (UU No. 14 Tahun 2005)
Tugas Pada Mata Kuliah
Perencanaan Pendidikan Pendidikan
Oleh   :
Nama         :        Hendra Usman  ( NIM 1161101116 )
 Kelas           :            7 ED.  Konsentrasi (7e PDD 2)

PROGRAM PASCA SARJANA
UNIVERSITAS SANG BUMI RUWA JURAI
BANDAR LAMPUNG
2011

DAFTAR ISI
      HALAMAN JUDUL  …………………………..........................................…………………………..…   i
      DAFTAR ISI  ……………………….....................................…………......………………...……………   ii
      1. WAJIB BELAJAR  9 TAHUN................................................................................   1
      2. KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN .........................................   3
      3. MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH ..............................................................    5
      4. UNDANG – UNDANG SISDIKNAS  (UU No. 20 Tahun 2003) ...............................    7
      5. UNDANG – UNDANG GURU DAN DOSEN (UU No. 14 Tahun 2005) ............   9


1.    WAJIB BELAJAR  9 TAHUN
LATAR BELAKANG
DASAR  KEBIJAKAN
TUJUAN
REALISASI
1)      Pembangunan pendidikan merupakan salah satu prioritas utama dalam agenda pembangunan nasional. Pembangunan pendidikan sangat penting karena perannya yang signifikan dalam mencapai kemajuan di berbagai bidang kehidupan sosial, ekonomi, politik, dan budaya.

2)      Pemerintah berkewajiban memenuhi hak setiap warga negara dalam memperoleh layanan pendidikan guna meningkatkan kualitas hidup bangsa Indonesia sebagaimana diamanatkan oleh UUD 1945, yang mewajibkan pemerintah bertanggung jawab dalam mencerdaskan kehidupan bangsa dan menciptakan kesejahteraan umum.

3)      Kurang meratanya pendidikan di Indonesia terutama akses memperoleh pendidikan bagi masyarakat miskin dan terpencil menjadi suatu masalah klasik yang hingga kini belum ada langkah-langkah strategis dari pemerintah untuk menanganinya.

4)      Kondisi geografis Indonesia yang sangat beragam mulai dari desa terpencil sampai di kota besar, ditambah dengan kondisi sosial ekonomi yang beragam pula, menjadikan pelaksanaan pemerataan pendidikan dalam rangka menuntaskan wajib belajar 9 tahun menjadi terhambat.

5)      Pemerataan pendidikan di Indonesia masih belum maksimal, terbuktinya SDM masyarakat pedesaan yang masih rendah ketika masyarakat desa datang ke kota besar dan mereka umumnya bekerja sebagai buruh dan ada pula yang hanya menjadi pengangguran. 

6)      Penuntasan Wajar Dikdas 9 Tahun harus merupakan program bersama antara pemerintah, swasta dan lembaga-lembaga sosial serta masyarakat.

7)      Kualitas sumber daya manusia Indonesia dalam menghadapi era global masih belum mampu mengantisipasinya. Untuk merespon kondisi tersebut diterapkanlah salahsatu upaya strategis pada bidang pendidikan, berupa program wajib belajar pendidikan dasar. Pelaksanaan wajib belajapendidikan dasar tidak hanya ditempuh melalui sekolah (pendidikan formal), tetapi juga dapat melalui pendidikan nonformal yaitu Program Kejar Paket A setara SD dan Kejar Paket B setara SLTP yang hasilnya dapat dihargai setara dengan hasil program pendidikan formal.

8)      Memberikan pelayanan pendidikan kepada semua anak usia pendidikan dasar dari latar belakang keluarga dan kondisi geografis. Dengan kata lain, anak dari keluarga miskin mempunyai kesempatan yang sama dengan anak dari keluarga kaya.  Anak yang tinggal di daerah terpencil mempunyai kesempatan yang sama untuk mendapatkan pelayanan pendidikan dasar dengan anak yang tinggal didaerah perkotaan.


1)      Pada batang tubuh pasal 31 UUD 1945 lebih tegas lagi menyatakan ”(1) setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan”, dan ” (2) setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya”.

2)      Undang-Undang No. 4 Tahun 1950 jo Undang-Undang no. 12 Tahun 1954. Undang-undang ini merupakan dasar hukum Sistem Pendidikan Nasional yang pertama diundangkan. Dalam perkembangan kehidupan bangsa, Sistem Pendidikan Nasional diatur dengan undang-undang yang sudah dua kali berubah, yaitu UU No. 2 Tahun 1989 maupun UU No. 20 Tahun 2003.

3)      Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia, yang pada pasal 26 ayat 1 berbunyi “Setiap orang berhak memperoleh pendidikan. Pendidikan harus dengan cuma-cuma, setidak-tidaknya untuk tingkatan sekolah rendah dan pendidikan dasar.


4)       Peraturan Pemerintah  PP No. 28/1990 tentang Pendidikan Dasar menetapkan Program Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 Tahun.

1.      Mendorong anak-anak usia 13-15 agar masuk sekolah baik di SMP, MTs maupun pendidikan lainnya yang sederajat.

2.      Meningkatkan angka partisipasi anak untuk masuk sekolah SMP/MTs terutama di daerah yang jumlah anak tidak bersekolah SMP/MTs masih tinggi.

3.      Menurunkan angka putus sekolah SMP/MTs atau yang sederajat.

4.      Meningkatkan peran serta masyarakat dalam mensukseskan penuntasan Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 Tahun.

5.      Meningkatkan peran serta organisasi kemasyarakatan dalam mensukseskan gerakan nasional penuntasan Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 Tahun.

6.      Meningkatkan peran, fungsi dan kapasitas pemerintah pusat, pemerintah propinsi, kabupaten/kota dan kecamatan dalam penuntasan wajib belajar di daerah masing-masing.
7.      Memberikan kesempatan setiap warga negara tingkat minimal SD dan SMP atau yang sederajat.

8.      Setiap warga negara dapat mengembangkan dirinya lebih lanjut yang akhirnya mampu memilih dan mendapatkan pekerjaan yang sesuai dengan potensi yang dimiliki.

9.      Setiap warga negara mampu berperan serta dalani kehidupan bermasyarakat berbangsa dan bernegara, dan

10.  Memberikan jalan kepada siswa untuk melanjutkan pendidikan ke tingkat yang lebih tinggi.




1)      Sasaran
Sasaran gerakan nasional penuntasan Wajib Belajar 9 Tahun ini adalah untuk:
v  Anak usia SMP/MTs atau yang sederajat (13-15 tahun) yang belum belajar di SMP/MTs atau yang sederajat.
v  Anak kelas VI SD yang karena alasan ekonomi dikhawatirkan tidak dapat melanjutkan ke SMP/MTs atau yang sederajat.
v  Anak putus sekolah SMP/MTs atau yang sederajat.

2)      Tempat Belajar
Untuk belajar di SMP/MTs atau yang sederajat, anak-anak usia SMP dapat memilih sekolah yang sesuai dengan pilihan dan kesempatan yang dimiliki, seperti:
Ø  SMP Negeri atau SMP Swasta Biasa
Ø  SD-SMP Satu Atap
Ø  SMP Terbuka
Ø  MTs Negeri atau MTs Swasta
Ø  atau sekolah lainnnya yang sederajat.
Ø  Pondok Pesantren Salafiyah yang menyelenggarakan program Wajib Belajar

3)      Kemudahan
Anak usia 13-15 tahun yang sekolah dapat memperoleh bantuan keuangan untuk mengkuti pendidikan sebagai berikut:
*      Semua anak SMP/MTs atau yang sederajat dapat memperoleh Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dengan prioritas kepada siswa yang tidak mampu sebesar Rp. 324,5OO,-/siswa/tahun.
*       Beasiswa retrieval, sebesar Rp. 1.000.000,- /siswa/ tahun untuk tahun pertama dan Rp. 500.000,-/siswa/ tahun bagi anak putus sekolah SMP/MTs
*      Beasiswa transisi bagi siswa kelas VI SD/MI atau yang sederajat yang karena alasan ekonomi terancam tidak dapat melanjutkan pendidikan ke SMP/MTs. Besar beasiswa transisi adalah Rp. 1.000.000,-/siswa/tahun.
*      Beasiswa untuk siswa SMP Terbuka, sebesar Rp. 240.000,-/siswa/tahun

4)      Siapa saja yang terlibat
Penuntasan Wajib Belajar 9 Tahun adalah program nasional. Oleh karena itu, untuk mensukseskan program tu perlu kerjasama yang menyeluruh dari semua stakeholder yang terkait.
2.    KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN
LATAR BELAKANG
DASAR  KEBIJAKAN
TUJUAN
REALISASI
1.      Negara Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang perlu adanya proses untuk menjadi  maju, salah satu proses tersebut adalah dengan mencerdaskan anak bangsa. Dengan  pendidikan yang bermutu atau berkualitas benarlah yang dapat meningkatkan kecerdasan anak bangsa. Dari zaman ke zaman system kurikulum pendidikan yang ada Indonesia selalu ada perubahan demi mencerdaskan anak bangsa.

2.      Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Kurikulum disusun oleh satuan pendidikan untuk memungkinkan penyesuaian program pendidikan dengan kebutuhan dan potensi yang ada di daerah.

3.      KTSP adalah kurikulum operasional yang disusun oleh dan dilaksanakan di masing-masing satuan pendidikan


1.      Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003  tentang Sistem Pendidikan Nasional

2.       Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 tahun 2005 (PP 19/2005) tentang Standar Nasional Pendidikan mengamanatkan kurikulum pada KTSP jenjang pendidikan dasar dan menengah

3.      Permendiknas no 22 tahun 2006 tentang standar isi

4.      Permendiknas no 23 tahun 2006 tentang standart kompetensi lulusan

5.      Permendiknas no 24 tahun 2006 tentang Pelaksanaan Permendiknas no 22 tahun 2006 dan Permendiknas no 23 tahun 2006

6.      Permendiknas no 6 tahun 2007 tentang perubahan  Permendiknas no 24 tahun 2006.

7.      Permendiknas no 19 tahun 2007 tentang standsart pengelolaan.

8.      Permendiknas no 20 tahun 2007 tentang standar penilaian pendidikan

9.      Permendiknas no 24 tahun 2007 tentang standart sarana prasarana.

10.  Permendiknas no 41 tahun 2007 tentang standart proses.

11.  Surat edaran mendiknas no 33/MPN//SE/2007 tanggal 13 pebruari 2007 perihal sosialisasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
Panduan pengembangan kurikulum disusun antara lain agar dapat memberi kesempatan peserta didik untuk :

v  Belajar untuk beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
v  Belajar untuk memahami dan menghayati.
v  Belajar untuk mampu melaksana kan dan berbuat secara efektif.
v  Belajar untuk hidup bersama dan berguna untuk orang lain, dan
v  Belajar untuk membangun dan menemukan jati diri melalui proses belajar yang aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan.

Tujuan Panduan Penyusunan KTSP ini untuk menjadi acuan bagi satuan pendidikan SD/MI/SDLB, SMP/MTs/SMPLB, SMA/MA/SMALB, dan SMK/MAK dalam penyusunan dan pengembangan kurikulum yang akan dilaksanakan pada tingkat satuan pendidikan yang bersangkutan
1)      KTSP sulit dilaksanakan, sebagai contoh di daerah Bandung, Jawa Barat . Kepala sekolah SMAN 12 Bandung menyatakan sekolahnya mengalami keterbatasan guru di sekolah dalam menerjemahkan KTSP menjadi salah satu alasan penundaan penerapan di SMAN 12 Bandung. Tidak semua guru mampu membuat kurikulum, butuh keahlian khusus

2)      Sekjen Forum Aspirasi Guru Independen (FAGI) Iwan Hermawan  mengemukakan, deklarasi penggunaan kurikulum tingkat satuan pendidikan tahun beberapa waktu lalu, pada kenyataannya di lapangan belum ada satu sekolah pun yang benar-benar mengimplementasikan KTSP sesuai standar isi yang disusun Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP).

3)      KTSP, Kurikulum yang Tidak sistematis. Ketidaklogisan KTSP terjadi karena sekolah diberi kebebasan untuk mengelaborasi kurikulum inti yang dibuat pemerintah, tetapi evaluasi nasional oleh pemerintah melalui ujian nasional (UN) justru paling menentukan kelulusan siswa.

4)      KTSP Tidak Fungsional.
Kurikulum ini menjadi tidak logis karena tidak proporsionalnya pembagian tugas pengembangan antara pemerintah dan sekolah. Seharusnya pemerintah hanya menetapkan kerangka umum dari tujuan atau kompetensi, isi, strategi, dan evaluasi, sedangkan pengembangannya secara rinci menjadi siap pakai diserahkan sepenuhnya kepada sekolah






3.    MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH
LATAR BELAKANG
DASAR  KEBIJAKAN
TUJUAN
REALISASI
1.      Sekolah adalah sebuah masyarakat kecil (mini society) yang menjadi wahana pengembangan siswa. Aktifitas didalamnya adalah proses pelayanan jasa,sementara kepala sekolah, guru dan tenaga lain adalah para profesional yang terus menerus berinovasi.

2.      Sekolah  (MBS)  dapat  diartikan sebagaisimodel manajemen yang memberikan otonomiilebih kepada sekolah dan mendorongl pengambilan keputusan partisipatif yanggmelibatkan secara langsung semua wargaasekolah .

3.      BerMUTU tidak hanya diukur dari produk (output), tetapi terkait(dengan input dan proses penyelenggaraan pendidikan

4.      Layanan pendidikan haruslmelibatkan stakeholdersspendidikan, khususnya masyarakat dan orang tua peserta didik.
 
5.      MBS merupakan INOVASI dalam  pelibatan masyarakat dan orang tua peserta didik untuk  peningkatan mutu pengelolaan penyelenggaraan  pendidikan  di era  otonomi  daerah.

6.      Hasil penelitian di berbagai negara membuktikan bahwa implementasi MBS   secara benar dan konsisten dapat meningkatkan mutu pendidikan anak secara signifikan .

7.      Rendahnya mutu pendidikan pada tiap jenjang dan satuan pendidikan terutama jenjang pendidikan dasar dan menengah.

8.      Adanya fakta menunjukkan bahwa kualitas pendidikan di Indonesia rendah. Rendahnya kualitas pemdidikan di Indonesia ditandai dari beberapa indikator antara lain :Pelajar dan Mahasiswa Indonesia tidak dapat bersaing di taraf Internasional, peringkat sekolah dan perguruan tinggi di Indonesia belum bisa menduduki peringkat papan atas. Lulusan sekolah dan perguruan tinggi tidak sanggup berkompetisi dalam merebut pasar kerja nasional ataupun Internasional..

9.      Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) adalah salah satu strategi wajib yang Indonesia tetapkan sebagai standar dalam  mengembangkan keunggulan  pengelolaan sekolah.

10.  Sedikitnya ada tiga faktor yang menyebabkan kualitas pendidikan di Indonesia rendah. Pertama, penyelenggaraan pendidikan nasional yang dilakukan dan diatur secara birokratik sehingga menempatkan sekolah sebagai penyelenggara pendidikan sangat bergantung pada peraturan, instruksi dan berbagai keputusan birokrasi yang mempunyai jalur yang panjang dan kadang tak sesuai dengan kondisi sekolah.
Kedua, pembangunan pendidikan lebih menekankan pada penyediaan input pendidikan seperti guru, kurikulum, fasilitas pendidikan, buku dan alat peraga serta sumber belajar.
Ketiga, peran serta masyarakat khususnya orang tua dalam penyelenggaraan pendidikan sangat minim.
1.      Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, pasal 31.

2.      Undang-undang No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. pada pasal 51 ayat 1 bahwa pengelolaan satuan pendidikan pendidikan menengah dilaksanakan berdasarkan standar pelayanan minimal dengan prinsip manajemen berbasis sekolah.

1.      MBS bertujuan untuk meningkatkan keunggulan sekolah melalui pengambilan keputusan bersama. Fokus kajiannya adalah bagaimana memberikan pelayanan belajar yang sesuai dengan kebutuhan siswa,  memenuhi kriteria yang sesuai dengan harapan orang tua siswa serta harapan sekolah dalam membangun keunggulan kompetitif dengan sekolah sejenis.

2.      Meningkatkan mutu keputusan untuk mencapai tujuan. Dalam pelaksanaan MBS memerlukan tujuan yang hendak dicapai secara jelas, jelas  indikatornya, jelas kriteria pencapaiannya agar keputusan lebih terarah.

3.      Meningkatkan mutu pendidikan melaluikemandirian dan inisiatif sekolah dalam megelolakemandirian dan inisiatif sekolah dalam megeloladan memberdayakan sumber daya yang tersediadan memberdayakan sumber daya yang tersedia.


4.      Meningkatkan kepedulian warga sekolah danMeningkatkan kepedulian warga sekolah danmasyarakat dalam penyelenggaraan pendidikanmasyarakat dalam penyelenggaraan pendidikanmelalui pengambilan keputusan bersama;melalui pengambilan  keputusan bersama.

5.      Meningkatkan tanggung jawab sekolah kepadaMeningkatkan tanggung jawab sekolah kepadaorang tua, masyarakat, dan pemerintah tentangorang tua, masyarakat, dan pemerintah tentangmutu sekolahnyamutu sekolahnya.

6.      Meningkatkan kompetisi yang sehat antarMeningkatkan kompetisi yang sehat antarsekolah tentang mutu pendidikan yang akansekolah tentang mutu pendidikan yang akandicapaidicapai.


1.      MBS hanya akan dapat berjalan apabila masing masing sekolah memiliki otonimi dan para konstituennya mampu berpartisipasi dalam proses pengambilan keputusan.

2.      Dalam MBS diperlukan  seorang pemimp[in yang demokratis dan transformasional.

3.      MBS menciptakan rasa tanggung jawab melalui administrasi sekolah yang lebih terbuka. Kepala sekolah guru, dan anggota masyarakat bekerja sama dengan baik untuk membuat Rencana Pengembangan Sekolah. Sekolah memajangkan anggaran sekolah dan perhitungan dana secara terbuka pada papan sekolah.Keterbukaan ini telah meningkatkan kepercayaan, motivasi, serta dukungan orang tuadan masyarakat terhadap sekolah.  

4.      MBS merupakan model aplikasi manajemen institusional yang mengintegrasikan  seluruh sumber  internal dan eksternal  dengan lebih menekankan pada pentingnya menetapkan kebijakan melalui  perluasan otonomi sekolah.  Sasarannya adalah mengarahkan perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi kebijakan dalam rangka mencapai tujuan. Spesifikasinya berkenaan dengan visi, misi, dan tujuan yang dikemas dalam pengembangan kebijakan dan perencanaan

                                
4.    UNDANG – UNDANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL (UU No. 20 Tahun 2003)
LATAR BELAKANG
DASAR  KEBIJAKAN
TUJUAN
REALISASI
1.      Pendidikan Nasional adalah pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan Undang-undang dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia dan tanggap terhadap tuntutan perubahan zaman.

2.      Sistem pendidikan Nasional adalah keseluruhan komponen pendidikan yang saling terkait secara terpadu untuk mencapai tujuan pendidikan nasional.

3.      Pendidikan sangat penting untuk dilaksanakan, karena menyangkut suatu kebutuhan seseorang untuk dapat melakukan sosialisasi, mendapatkan pengalaman, dan ilmu pengetahuan.  Pendidikan digunakan sebagai sarana agar peserta yang mengikuti kegiatan didalamnya memperoleh sesuatu yang bermanfaat.

4.      Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujutkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

5.      Manusia membutuhkan pendidikan dalam kehidupannya. Pendidikan merupakan usaha agar manusia dapat mengembangkan potensi dirinya melalui proses pembelajaran dan/atau cara lain yang dikenal dan diakui oleh masyarakat.

6.      Pendidikan merupakan tanggung jawab pemerintah, orangtua, dan masyarakat. Tanggung jawab pemerintah dalam hal ini diwujudkan dalam bentuk pendidikan formal.

1.      Pembukaan UUD 1945

2.      Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, pasal 31.

3.      Undang-Undang No. 4 Tahun 1950.

4.      Undang-Undang no. 12 Tahun 1954.

5.      UU No. 2 Tahun 1989. Tentang sistem Pendidikan Nasional.

6.      (pasal 3 PP nomor 28 tahun 1990 tentang Pendidikan Dasar).




v  Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.

v  bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada tuhan yang maha esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
1.      Otonomi dalam penyelenggaraan pendidikan memberikan implikasiterhadap masing-masing daerah untuk mengembangkan pendidikan sesuaidengan potensi yang dimilikinya. Dalam hal ini akan terdapat variasi baik pengelolaan maupun perolehan pendidikan pada masing-masing daerahtersebut.

2.      Perluasan kesempatan belajar cenderung telah menyebabkan bertambahnya pengangguran tenaga terdidik dari pada bertambahnya tenaga produktif yang sesuai dengan kebutuhan lapangan kerja.

3.      Bab II pasal 2 => UU Sisdiknas disusun berdasar Pancasila, memuat unsur ketuhanan, kebangsaan, manusiawi, demokratis dan adil.

4.      Ekologi pendidikan tidak ada perhatian

5.      Budaya ilmu  dan Budaya belajar belum ditekankan/ tampak

6.      Kemandirian dan Kreativitas tidak disinggung (kurang memperoleh perhatian)
7.      Desentralisasi dan kerancuan tanggungjawab (perumusan UU Sisdiknas tidak terlepas dari UU lainnya seperti UU Otonomi Daerah, UU Otonomi Kampus/BHMN, dan UU Kewarganegaraan).

8.      Terjadi ketidakjelasan tanggung jawab antara pemerintah daerah dan pemerintah pusat
Contohnya pada pasal 10, pasal 11 ayat 1 dan 2, pasal 34 ayat 2 dan 3
o Pasal 34 ayat 2 menyebutkan pemerintah dan pemerintah daerah menjamin terselenggaranya wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya, tetapi pada ayat 3 penyelenggaraan melibatkan masyarakat
.

9.      Pasal 24 ayat 1 dan 2 menyebutkan pendidikan tinggi memiliki hak otonom dalam mengelola sendiri lembaganya, berlaku kebebasan akademik, kebebasan mimbar akademik, serta otonomi keilmuan. akan tetapi pada pasal 10, pemerintah berhak melakukan intervensi terhadap pelaksanaan pendidikan..




5.    UNDANG – UNDANG GURU DAN DOSEN (UU No. 14 Tahun 2005)
LATAR BELAKANG
DASAR  KEBIJAKAN
TUJUAN
REALISASI
1.      Pendidikan Nasional, yang memiliki visi terwujudnya sistem pendidikan sebagai pranatasosial yang kuat dan berwibawa untuk memberdayakan semua warga negara Indonesia berkembang menjadi manusia yang berkualitas sehingga mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman yang selalu berubah.

2.      Kualitas manusia yang dibutuhkan oleh bangsa Indonesia pada masa yang akan datang adalah yang mampu menghadapi persaingan yang semakin ketat dengan bangsa lain didunia. Kualitas manusia Indonesia tersebut dihasilkan melalui penyelenggaraan pendidikan yang bermutu. Oleh karena itu, guru dan dosen mempunyai fungsi, peran, dan kedudukan yang sangat strategis.

3.      Kedudukan guru dan dosen sebagai tenaga profesional mempunyai visi terwujudnya penyelenggaraan pembelajaran sesuai dengan prinsip-prinsip profesionalitas untuk memenuhi hak yang sama bagi setiap warga negara dalam memperoleh pendidikan yang bermutu.

1.      Pembukaan UUD 1945

2.      Pasal 20, Pasal 22 d, dan Pasal 31. Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, pasal 31.

3.      UU No. 2 Tahun 1989. Tentang sistem Pendidikan Nasional.

4.      Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional







1.      Melaksanakan sistem pendidikan nasional dan mewujudkan tujuan pendidikan nasional, yaitu berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat berilmu, cakap kreatif, mandiri serta menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab.

2.      Mengangkat martabat guru dan dosen.

3.      Menjamin hak dan kewajiban guru dan dosen.

4.      Meningkatkan kompetensi  guru dan dosen.

5.      Memajukan profesi serta karier  guru dan dosen.

6.      Meningkatkan mutu pembelajaran dan pendidikan nasional.

7.      Mengurangi kesenjangan ketersediaan guru dan dosen antar daerah dari segi jumlah, mutu,kualifikasiakademik, dan kompetensi.
8.      Meningkatkan pelayanan pendidikan yang bermutu.
1.      penyelenggaraan sertifikasi pendidik berdasarkan kualifikasi akademik dan kompetensi.

2.      Pemenuhan hak dan kewajiban guru dan dosen sebagai tenaga profesional yang sesuai dengan prinsip profesionalitas.

3.      penyelenggaraan kebijakan strategis dalam pengangkatan, penempatan, pemindahan,dan pemberhentian guru dan dosen sesuai dengan kebutuhan, baik jumlah, kualifikasi akademik, maupun kompetensi yang dilakukan secara merata, objektif, dan transpara nuntuk menjamin keberlangsungan pendidikan.

4.      penyelenggaraan kebijakan strategis dalam pembinaan dan pengembangan profesi gurudan dosen untuk meningkatkan profesionalitas dan pengabdian para guru dan dosen.

5.       peningkatan pemberian penghargaan dan jaminan perlindungan terhadap guru dan dosen dalam pelaksanaan tugas professional.


6.      Peningkatan peran organisasi profesi untuk menjaga dan meningkatkan kehormatan dan martabat guru dan dosen dalam pelaksanaan tugas sebagai tenaga professional.

7.      Penguatan kesetaraan antara guru dan dosen yang bertugas pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah dan pemerintah daerah dengan guru dan dosen yang bertugas pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat.

8.      Penguatan tanggung jawab dan kewajiban Pemerintah dan pemerintah daerah dalam merealisasikan pencapaian anggaran pendidikan untuk memenuhi hak dan kewajiban guru dan dosen sebagai tenaga profesional; dan

9.      Peningkatan peran serta masyarakat dalam memenuhi hak dan kewajiban guru dan dosen.


 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar